KEMENTERIAN Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) baru saja merilis daftar peringkat 100 besar perguruan tinggi Indonesia nonpoliteknik tahun 2017. Universitas Lampung (Unila) berhasil menduduki peringkat ke-18 atau naik empat peringkat dari tahun sebelumnya.

Terkait hal tersebut, Rektor Unila Prof. Hasriadi Mat Akin mengapresiasi jerih payah dan kerja keras seluruh keluarga besar Universitas Lampung. “Pemeringkatan ini sangat fair dan tidak terbantahkan bahwa Universitas Lampung kini berada di posisi ke-18 dari 100 perguruan tinggi ternama di Indonesia. Ini merupakan suatu kehormatan bagi warga Unila, tetapi jangan lengah terhadap hasil itu,” paparnya.

Lantas upaya apa saja yang telah dilakukan? Rektor mengungkapkan, sejak dilantik menjadi rektor dirinya sudah mentransformasi Unila dari teaching university menjadi research university. Konsekuensinya, Unila harus meletakkan kegiatan riset sama penting dengan pembelajaran.

Hal itu diwujudkan dengan penambahan anggaran. Sejak tahun 2015 anggaran penelitian terus meningkat. Menginjak tahun 2017 anggaran riset sudah naik menjadi Rp18,7 miliar, dan pada tahun 2018 dianggarkan menjadi Rp30,5 miliar.

Penambahan anggaran merupakan suatu terobosan yang harus dilakukan karena pada research university semua dosen harus melakukan penelitian untuk memerbarui keilmuan mereka. Jika hal itu sudah terlaksana secara optimal maka kualitas pembelajaran ikut meningkat, serta mutu lulusan dan dosen juga semakin meningkat.

“Jika sudah begitu otomatis Unila juga akan terangkat,” pungkas mantan wakil rektor bidang akademik ini.

Bila merujuk seluruh hasil pemeringkatan perguruan tinggi di dunia, terus Hasriadi, porsi riset sangat lah besar. Oleh karena itu Unila secara konsisten terus berupaya meningkatkan mutu kualitas penelitian sekaligus mutu pelayanan. Hal itu didukung dengan upaya pencapaian ISO di seluruh unit kerja.

Jika mutu pembelajaran sudah dilakukan, mutu pelayanan terus digerakkan, saat ini tinggal meningkatkan mutu riset. “Dengan dana riset kita yang besar itu akan lebih luang bagi dosen menghasilkan riset. Sehingga kita akan mendapatkan dosen yang S-2 cepat jadi doktor, dan yang doktor cepat jadi profesor,” kata Hasriadi.[Inay_Humas]