(Unila): Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) Universitas Lampung (Unila) menggelar Seminar Nasional Sains dan Teknologi (SATEK) VI bertajuk Inovasi Sains dan Teknologi untuk Ketahanan Pangan dan Kemandirian Energi, Selasa (3/11) di Hotel Emersia.

Kepala Puslitbang Pesisir dan Kelautan LPPM Unila Dr. Melya Riniarti, S.P., M.Si., saat menyampaikan laporan kegiatan mengatakan, seminar nasional sains dan teknologi sudah diselenggarakan sebanyak enam kali sehingga ini menjadi kegiatan rutin LPPM.

Kegiatan merupakan ikon penting bagi LPPM untuk ikut turut memajukan dan memberikan ruang akademik di Universitas Lampung. Melalui seminar nasional ini diharapkan dapat mewadahi pertemuan ilmiah para peneliti dan akademisi di seluruh provinsi. Pandangan dan masukan diharapkan dapat memberikan wawasan baru dalam hal teknologi pangan di Indonesia.

Ia menambahkan, pada tahun ini pihaknya mengusung tema Inovasi Sains dan Teknologi untuk Ketahanan Pangan dan Kemandirian Energi. “Hal ini didukung oleh pengetahuan kita bahwa Indonesia memiliki potensi luar biasa di bidang pangan dan energi. Sehingga LPPM, berupaya menghadirkannya sebagai wujud dari upaya kita membantu pemerintah mengembangkan ketahanan pangan dan energi,” paparnya.

Tahun ini pihak panitia menghadirkan pemakalah utama Dr. Ageng S. Herianto, yang juga perwakilan Food and Agriculture Organization of United Nations (FAO) Indonesia dengan materi berjudul Strategi Indonesia untuk Ketahanan Energi Melalui Inovasi Satek (Pengembangan Bioenergi) serta Prof. Dr. Udin Hasanudin selaku pakar teknologi terbarukan dari Unila.

“Ada 100 makalah yang diseminarkan secara paralel dalam seminar ini yang nantinya akan direview oleh para reviewer. Peserta berasal dari berbagai provinsi antara lain Papua, Makasar, Palembang, dan Maluku,” kata dia.

SATEK VI secara resmi dibuka oleh Wakil Rektor Bidang Akademik Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., mewakili Rektor yang berhalangan hadir pada saat itu. Dalam sambutannya Hasriadi mengungkapkan, merupakan suatu kehormatan untuk bisa menghadirkan perwakilan FAO dalam agenda tahun ini. Mudah-mudahan seminar ini dapat menghasilkan suatu yang berarti bagi pembangunan Indonesia khususnya ketahanan pangan dan energi.

Di Unila, sambungnya, tugas-tugas yang diberikan harus berbasis sains dan teknologi. Kalau sains lebih kepada ilmu dan teknologi lebih kapada terapan. Unila yang sast ini sedang bergerak menuju 10 besar jika tidak mentransformasi diri kepada sains dan teknologi maka akan jauh tertinggal. Tanpa riset dasar yang kuat maka teknologi akan terhenti pada satu titik.

Rektor terpilih periode 2015-2019 ini menargetkan pada tahun 2016 akan membentuk tim kerja untuk membangun fokus riset dengan target evaluasi lahan kering di Lampung yang kurang teroptimalisasi. “Kalau kita berhasil melakukan fokus riset, akan diketahui apa yang menjadi unggulan di daerah ini. Setelah itu baru buat pusat studi untuk dapat mengevaluasi dari tahun ke tahun mengenai apa yang harus dibenahi,” pungkasnya.

Pemakalah Utama Dr. Ageng S. Herianto, dalam presentasinya mengungkapkan, di Indonesia sekitar 11 persen atau 38 juta orang menderita kelaparan. Begitu pula dengan kekerdilan anak. Paling banyak dialami penduduk Asia salah satunya Indonesia dan itu meningkat selama 5 tahun terakhir.

Tantangannya adalah, kata alumnus S-3 Kyoto, Jepang ini, semua orang harus sehat, bergizi, dan kecukupan pangan baru bisa disebut aman (secure). Oleh karena itu masyarakat Indonesia harus mempunyai sejumlah pertimbangan dasar. Yakni prioritas, produksi dan cadangan, keuntungan komperatif, negara kompetitor, dan tentu saja pasar yang ada di negara tujuan.[*]