(Unila): Mungkin sebagian orang sudah tak asing dengan Jepang. Salah satu negara di kawasan asia timur ini memiliki banyak sekali keunikan mulai dari anime, komunitas budaya wibu, keindahan bunga sakura, hingga kecanggihan berbagai produk dan teknologi yang sudah terkenal di mancanegara.

Kemajuan teknologi dan pesatnya budaya pop di Jepang tentunya juga tak lepas dari peran pendidikan yang baik. Kualitas pendidikan inilah yang mendorong para mahasiswa asing dari seluruh dunia untuk ikut belajar dan melanjutkan studi di sana, tak terkecuali bagi mahasiswa Indonesia.

Seperti kisah dari Sangkot Sahat Tua Lubis, atau yang kerap disapa dengan panggilan Sangkot. Ia merupakan salah satu alumni inspiratif dari jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung (Unila).

Saat ini, Sangkot berhasil menyelesaikan program master (S-2) dan sedang melanjutkan program doktor (S-3) bidang Mechanical Science and Engineering, di Kanazawa University, Jepang.

Selama berkuliah di Unila, mahasiswa angkatan 2018 ini juga aktif berpartisipasi dalam berbagai organisasi baik tingkat fakultas hingga universitas. Organisasi yang diikutinya mulai dari Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknik Mesin (HIMATEM), Koperasi Mahasiswa (KOPMA), Forum Silaturahmi dan Studi Islam Fakultas Teknik (FOSSI-FT), serta Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas (BEM-U) KBM Unila.

Menurut Sangkot, beberapa organisasi tersebut membantu dirinya untuk dapat mengembangkan banyak keterampilan sebagai bekal ke depannya.

“Selain mengikuti organisasi. Alhamdulillah saat berada di Unila saya bisa mendapatkan predikat sebagai lulusan terbaik di fakultas teknik. Tapi sayangnya, saat itu saya tidak bisa mengikuti wisuda karena harus berangkat ke Jepang, tapi bisa berhasil lulus ujian komprehensif pada bulan Juli 2022,” ungkap Sangkot, Jumat, 8 November 2024.

Setahun sebelum lulus dari Unila yang tepatnya pada 2021, Sangkot berencana dan mencari peluang untuk melanjutkan studi magister ke Jepang. Ia mendaftarkan diri melalui beasiswa Monbukagakusho atau yang biasa kita kenal dengan MEXT Scholarship.

Selama mengikuti proses beasiswa, Sangkot mulai mempersiapkan proposal penelitian magisternya sambil mencari calon dosen pembimbing (supervisor/sensei) yang memiliki kesamaan antara latar belakang dosen tersebut dengan bidang penelitiannya. Ia pun berhasil mendapatkan balasan yang baik dari salah satu supervisor.

“Berawal dari saudara saya yang sempat kuliah di Kanazawa juga, akhirnya saya mencoba untuk daftar. Mulai dari persiapan proposal penelitian, komunikasi dengan para supervisor hingga proses interview. Singkat cerita, setelah mengikuti dua kali proses interview dan menunggu sekitar tiga minggu, saya mendapatkan kabar baik di mana saya diterima menjadi mahasiswa magister serta mendapatkan LoA (letter of acceptance) dari supervisor,” ujarnya.

Beberapa bulan setelah proses seleksi, akhirnya Sangkot mendapatkan kabar baik dan diterima sebagai salah satu dari dua orang yang berhasil masuk di Fakultas Teknik Kanazawa University, melalui program beasiswa fully funded dari Monbukagakusho (MEXT Scholarship).

Pada program mechanical science and engineering, Sangkot mempelajari hal-hal yang terkait atau masih linear dengan bidang teknik mesin yakni penelitian mengenai carbon recycling and energy processes, yang berfokus pada sistem penangkapan CO2 (karbondioksida) dari udara bebas atau lingkungan (carbon capture and storage).

Bidang penelitian ini bertujuan untuk mengurangi emisi dan berkontribusi dalam program emisi nol di tahun 2050 (net-zero emission) sesuai dengan perjanjian Paris (Paris agreement) tentang lingkungan dan pemanasan global.

Selain bercerita tentang studi dan penelitiannya, Sangkot ternyata juga sempat mengalami kendala dalam hal penggunaan bahasa serta makanan yang dikonsumsi, sehingga perlu usaha untuk memperhatikan isi kandungannya agar aman dan juga halal.

“Saya sempat mengalami kesulitan ketika mengambil beberapa kelas yang masih menggunakan bahasa Jepang. Terkadang, belajar dengan bahasa Indonesia saja masih susah apalagi bahasa Jepang. Untuk makanannya juga, biasanya kami para muslim di Jepang menggunakan aplikasi Halal Japan untuk membantu dalam memilah makanan dan minuman yang boleh dikonsumsi,” katanya.

Setelah menyelesaikan studi S-2 dan S-3 di Jepang, Sangkot berencana untuk berkarier di Jepang atau di negara lainnya dalam bidang teknologi mitigasi pemanasan global atau carbon capture.

“Saya sangat berharap, negara Indonesia ke depannya bisa ikut andil dalam menggiatkan konsep carbon capture ini nantinya. Karena saya yakin, ada banyak kesempatan dan peluang yang sedang menunggu kita,” ungkap Sangkot.

Bagi Sangkot, mimpi bisa terwujud jika punya keinginan untuk mematahkan opini yang mempersempit kemampuan. Seperti hukum aerodinamis, lebah tidak dapat terbang karena berat tubuhnya tidak sebanding dengan lebar sayapnya. Namun, jika mengabaikan hukum ini, lebah tetap terbang. [Magang_Vivas Dwi Toti Divaldo]