Persyaratan seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) yang membatasi penyandang disabilitas, bukan bentuk diskriminasi. Justru sebuah perlakuan untuk lebih memanusiakan mereka. Pembantu Rektor Universitas Lampung (PR I Unila) Hasriadi Mat Akin menyampaikan hal itu kemarin (12/3). Ia menanggapi penghapusan syarat pelamar tidak boleh menyandang cacat untuk jurusan kuliah tertentu dalam SNMPTN.
Hasriadi memberikan contoh persyaratan untuk masuk fakultas kedokteran, yang tidak memperbolehkan tunanetra mendaftar. ’’Apakah kuman dapat dilihat dengan perasaan? Untuk orang normal tetapi buta warna saja tidak dapat masuk kedokteran,’’ paparnya.
Permisalan lainnya untuk program studi pendidikan jasmani dan kesehatan (prodi penjaskes). Mereka yang tunadaksa tentu tidak akan lolos lantaran ada persyaratan yang mengharuskan lari beberapa kilometer. Begitu juga biologi yang memerlukan praktik. ’’Jadi tidak ada diskriminasi, hanya mempertimbangkan jika dapat masuk tetapi tidak dapat keluar bagaimana,’’ terangnya.
Namun demikian, ada juga beberapa prodi yang tidak memberikan batasan. Seperti ilmu sosial dan hukum. Penyandang disabilitas boleh mendaftar di sana. Sebab, tunanetra misalnya, dapat mengandalkan pendengarannya untuk kuliah dan menyerap materi yang diberikan.
Lalu, bagaimana dengan syarat SNMPTN yang sudah direvisi tersebut? Hasriadi tidak mempersoalkan. Meski begitu, ia meminta tetap disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing prodi. ’’Sebab itu tadi, umumnya eksakta butuh kejelian mata. Seperti mengamati kuman, menggambar, mendekorasi, dan mengukur. Sehingga pasnya di ilmu sosial,’’ bebernya.
Tapi, Hasriadi akhirnya menyerah ketika ditanya penghapusan larangan bagi penyandang disabilitas adalah keharusan. Namun yang jelas, ia menegaskan Unila belum siap menyediakan tempat bagi tunanetra untuk kuliah misalnya di fakultas teknik. ’’Kami belum punya alatnya. Dan, saya rasa seluruh Indonesia tidak ada yang siap,’’ yakinnya.
Oleh sebab itu, ia berharap penyandang disabilitas menyesuaikan prodi pilihannya dengan kemampuan. Jangan memaksakan diri pada jurusan yang sulit karena dapat memperkecil peluangnya untuk gagal. ’’Silakan masuk ke prodi yang tidak memerlukan persyaratan khusus terutama dalam proses pembelajaran, contohnya hukum,’’ sarannya.
Pada akhir wawancara, dia kembali menegaskan semua kebijakan yang terkesan membatasi ini bukan bentuk diskriminasi. Unila, terus dia, justru sangat memanusiakan penyandang disabilitas. Seperti tahun lalu, pihaknya memfasilitasi mereka untuk mengikuti tes seleksi bersama masuk PTN (SBMPTN) dengan menyediakan pendamping yang membacakan soal.
Pendapat Hasriadi dibenarkan oleh Mendikbud M. Nuh. Khusus sejumlah prodi tertentu memang menuntut mahasiswa yang tidak berkebutuhan khusus. Dia mencontohkan untuk prodi elektronika, membutuhkan mahasiswa yang tidak buta aksara. Sebab untuk urusan resistor saja misalnya, dibutuhkan kemampuan membaca kode-kode yang tertuang dalam simbol warna. ’’Jika mahasiswanya buta warna, bagaimana membaca kode-kode itu,’’ tandasnya.
Sumber :Radar Lampung, Kamis, 13 Maret 2014
Artikel ini diambil dari berbagai media yang memberitakan Universitas Lampung, tidak memperhitungkan ada kerja sama atau tidak dan perlu dikonfirmasikan ke Unila jika ada hal yang tidak jelas.