(Unila): Universitas Lampung (Unila) melalui Dosen FISIP, Indra Jaya Wiranata, tampil dalam SEASREP 30th Anniversary Conference yang diselenggarakan di Thammasat University, Rangsit Campus, Thailand.

Konferensi bergengsi yang digelar 13-14 November 2025 ini mempertemukan para akademisi Asia Tenggara untuk membahas isu identitas, transformasi sosial, hingga ketahanan lingkungan di kawasan.

Dalam sesi bertajuk “Cultivating Resilience: Sustainable Agriculture and Environmental Security in Southeast Asia”, Indra mempresentasikan hasil kajian bersama Ridha Amalia (Universitas Sriwijaya) mengenai praktik pertanian berkelanjutan dan model ketahanan lingkungan di Indonesia, Thailand, dan Vietnam.

Indra dalam paparannya menyoroti lima studi kasus utama yang menunjukkan bagaimana komunitas Asia Tenggara membangun ketahanan pangan melalui inovasi lokal.

Kasus pertama adalah Pearypie Sky Garden di Bangkok, sebuah kebun atap yang dikembangkan seniman dan peneliti Amata Chittasenee (Pearypie) sebagai respons terhadap krisis pangan saat pandemi.

Kebun ini menjadi contoh integrasi seni, keanekaragaman hayati, dan praktik pertanian regeneratif di kawasan urban.

Di Indonesia, dua studi penting ditampilkan, yaitu Kampung Sayur di Palembang, sebuah inisiatif warga yang mengubah bekas tempat pembuangan sampah menjadi kampung hidroponik berbasis ekonomi sirkular; serta Pesantren Ekologi At-Thaariq di Garut, model agroekologi berbasis nilai keagamaan yang memadukan pertanian organik, daur ulang sampah, dan reforestasi dalam pendidikan moral dan spiritual.

Studi lain dari Indonesia adalah Kebun Bu Utiq, contoh pertanian mikro-keluarga yang menerapkan sistem tertutup, mengintegrasikan sayuran, ikan, dan kompos, serta berperan sebagai pusat pembelajaran lingkungan bagi sekolah dan masyarakat.

Sementara itu, dari Vietnam, Indra menampilkan Komune Trí Lực di Cà Mau, yang mengembangkan sistem integrasi padi–udang bersertifikasi ASC, menjadi contoh adaptasi berbasis alam di wilayah delta yang sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim.

Berdasarkan perbandingan kelima kasus tersebut, Indra menekankan, ketahanan pangan di Asia Tenggara dibangun melalui empat mekanisme utama: produksi–konsumsi lokal atau prosumerism untuk mengurangi ketergantungan pada pasar luar; ekonomi sirkular dan praktik regeneratif yang memulihkan fungsi ekosistem; penciptaan serta pertukaran pengetahuan antara akademisi dan komunitas; serta penguatan kohesi sosial dan etika lingkungan.

Keempat jalur ini selaras dengan misi HARVEST Project, sebuah inisiatif Uni Eropa yang mendorong perguruan tinggi Asia Tenggara memimpin transisi menuju sistem pangan dan pertanian berkelanjutan.

Konferensi SEASREP sendiri menghadirkan lebih dari 40 panel internasional dalam dua hari penyelenggaraan, mencakup tema identitas Asia Tenggara, kolonialisme, transformasi digital, migrasi, perubahan iklim, hingga pangan dan pertanian.

Acara dibuka oleh Prof. Dr. Supasawad Chardchawarn, Rector Thammasat University, serta menampilkan keynote dari Dr. Ma. Serena I. Diokno dari SEASREP Foundation.

Partisipasi Unila dalam forum internasional ini menegaskan komitmen universitas untuk memperkuat penelitian kawasan, khususnya pada isu ketahanan lingkungan, pertanian berkelanjutan, dan keamanan pangan—tema yang semakin krusial di tengah tantangan perubahan iklim.

Keterlibatan ini juga menunjukkan kontribusi Unila dalam memperluas jejaring pengetahuan Asia Tenggara serta memperkuat posisi kampus sebagai bagian dari dinamika intelektual regional. [Rilis]