(Unila): Film sebagai karya seni budaya memiliki peran startegis dalam ketahanan budaya bangsa dan kesejahteraan masyarakat lahir batin. Negara bertanggung jawab memajukan perfilman.
Film sebagai media komunikasi massa merupakan sarana pencerdasan kehidupan bangsa, pengembangan potensi diri, pembina akhlak mulia, pemajuan kesejahteraan masyarakat, serta wahana promosi Indonesia di dunia internasional.
Oleh karena itu perlu dikembangkan dan dilindungi. Film di era globalisasi dapat menjadi alat penetrasi kebudayaan sehingga perlu dijaga dari konten negatif yang tidak sesuai ideologi pancasila dan jati diri bangsa.
Demikian paparan Wakil Ketua Lembaga Sensor Film, Dody Budiatman pada Sosialisasi Budaya Sensor Mandiri di Provinsi Lampung dengan tema “Film Sebagai Media Pembelajaran dan Hiburan”, Selasa (25/9/2018), di ruang sidang lantai 2 Rektorat Universitas Lampung. Kehadirannya didampingi oleh anggota lembaga sensor film.
Dalam melaksanakan tugasnya, lanjut Dody, pihaknya bernaung pada Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2009 tentang Perfilman. Pasal 60 undang-undang ini menyebutkan, lembaga sensor film melaksanakan penyensoran berdasarkan prinsip dialog dengan pemilik film yang disensor.
Lembaga sensor film mengembalikan film atau iklan film yang mengandung tema, gambar, adegan, suara, dan teks terjemahan yang tidak sesuai dengan pedoman dan kriteria sensor kepada pemilik film atau iklan film yang disensor untuk diperbaiki.
Lembaga sensor film dapat mengusulkan sanksi administratif kepada pemerintah terhadap pelaku kegiatan perfilman atau pelaku usaha perfilman yang melakukan ketentuan. Dody menambahkan, dampak globalisasi membawa kemudahan dalam pertukaran budaya. Film di samping menjadi media komunikasi juga menjadi alat penetrasi budaya, berfungsi ganda.
“Penetrasi budaya adalah budaya asing yang tumbuh berdampingan bersama budaya nasional. Ada ungkapan, untuk merusak negara, rusaklah melalui budaya. Ini yang menjadi jalan untuk menghancurkan negara. Oleh karena itu, sensor mandiri perlu dilakukan oleh masyarakat Indonesia,” terangnya.
Sensor mandiri adalah perilaku sadar dalam memilah dan memilih film yang akan diproduksi, dipertunjukkan, dan atau ditonton. Film memiliki kategori klasifikasi usia yakni seluruh umur, anak, remaja, dan dewasa. “Masyarakat harus mematuhi klasifikasi usia, meski tidak ada sanki hukum bila terjadi pelangggaran,” katanya.
Dody menyebutkan tips untuk melakukan sensor mandiri terhadap tontonan anak, antara lain mendampingi anak ketika menonton film, batasi jam menonton untuk anak, pilih kategori film sesuai usia anak, dan ajak anak untuk menonton film yang mengingatkan hal-hal yang baik dan positif.
Bangsa yang lemah komitmen budayanya, tambah Dody, akan mudah dipengaruhi oleh budaya asing, dan cenderung konsumerisme. Saat ini, efek konvergensi antara lain melahirkan e-cinema, sehingga penyensoran tidak bisa dibebankan hanya kepada LSF semata, tetapi menjadi tanggung jawab bersama seluruh pemangku kepentingan. Perlindungan budaya hanya dapat dilakukan dengan membangkitkan kesadaran internal warga masyarakat.
Berkaitan dengan sosialisasi itu, Wakil Rektor Bidang Akademik Unila Prof. Dr. Bujang Rahman, M.Si., mengatakan kegiatan ini sangat strategis dan penting. Terlebih di era teknologi revolusi industri generasi ke-4 yang kriteria bekerjanya dilakukan dengan data besar dan digital. Informasi yang masuk tidak terbatas dan di mana pun.
“Banyaknya informasi yang masuk di setiap waktu dan tempat tidak selalu berefek positif, terkadang berefek negatif. Kalau tidak berhati-hati bisa mempengaruhi dan membentuk mindset kita. Tidak menutup kemungkinan mindset terbentuk dari informasi media sosial,” katanya.
Oleh karena itu, lanjut Bujang, Unila berterima kasih kepada Lembaga Sensor Film yang menerangkan bagaimana cara sensor mandiri sehingga masyarakat dapat memilih mana yang patut dan tidak patut ditonton.
Turut hadir dalam kegiatan, dekan FISIP, wakil dekan FISIP, dan puluhan peserta yang terdiri dari dosen dan mahasiswa fakultas hukum, dosen, mahasiswa jurusan ilmu komunikasi, dosen, serta mahasiswa prodi seni FKIP.[Caca/Inay_Humas]