Herpratiwi
Akademisi FKIP Unila

PROGRAM dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang diberlakukan sejak tahun 2005 merupakan bantuan pendidikan berbentuk dana yang diberikan kepada sekolah dan madrasah untuk kepentingan nonpersonalia. Seiring bergulirnya waktu dan didasarkan hasil evaluasi dan kajian, kebijakan program ini mengalami perubahan.

Tahun ini, sekolah mendapat hadiah dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nadiem Makarim melalui Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Sekolah (BOS) Reguler.

Dalam regulasi itu, alokasi dana BOS boleh diperuntukkan gaji guru honorer hingga 50%, yang sebelumnya sebelumnya hanya 15%. Lalu, penyaluran dilakukan lewat tiga tahap, yang sebelumnya empat tahap setahun. Tahap I sebesar 30% dicairkan pada Januari, tahap II 40% pada April, dan tahap III 30% pada September.

Kemudian, alokasi dana pada 2020 naik 6,03% menjadi Rp54,32 triliun dari Rp51,22 triliun. Besaran untuk peserta didik juga bertambah, jenjang SD, SMP, SMA naik Rp100 ribu, hanya SMK yang tetap. Lalu, untuk sasaran dana BOS kini mencapai 45,4 juta siswa.

Hal ini akan membuat sekolah semakin berperan untuk memerdekakan peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan. Pimpinan sekolah juga akan merdeka dalam berapresiasi mengembangkan berbagai kegiatan sekolah. Kebijakan baru dana BOS akan semakin memicu, menstimulus, serta mengakselerasi peningkatan mutu pendidikan. Konsep mutu dapat dikaji dari beberapa sudut.

Menurut Immanuel Kant dan John Dewey, ketika pendidikan mampu menjadikan manusia berada, yaitu menjadi manusia yang manusiawi, saat itulah pendidikan dikatakan bermutu. Pendidikan bermutu, menurut Paulo Freire, jika pendidikan mampu menjadikan manusia eksis, bebas, berada, dan berwujud di dunianya sendiri. Adanya dana BOS yang besarannya meningkat untuk pendidik dan peserta didik serta mudah dalam mengelolanya akan memberikan sumbangan yang signifikan terhadap mutu pendidikan.

Pendidik dan tenaga kependidikan yang mendapatkan peningkatan insentif/honor dari kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan sekolah akan merasa dihargai dan diakui kinerja mereka. Sebab, semangat-tidaknya seseorang dalam bekerja salah satu faktor penentunya adalah besar-kecilnya insentif yang diterima.

Wajar memang kalau pendidik mendapat tambahan insentif. Hal ini sesuai dengan pengorbanan yang ia lakukan, yaitu mendidik, membimbing, dan menjadi fasilitator. Dengan adanya insentif yang sesuai dengan kinerja, seseorang akan memiliki motivasi, menjadi lebih produktif, loyal, dan nyaman dalam menjalankan tugas. Semua ini dikarenakan kebutuhan mereka terpenuhi, sehingga akan berdampak pada target pembelajaran dan kerja mereka.

Ketika peserta didik diberi kebebasan untuk tidak memberikan sumbangan dana sekolah atau bebas biaya sekolah, mereka akan berada pada posisi nyaman untuk mengembangkan potensi, berpikir kritis, dan kreatif. Peserta didik benar-benar dijadikan subjek belajar bagi lembaga, tidak lagi dijadikan objek yang harus diperah dan dikeruk dan dimintai dana tambahan, misalnya untuk les, berenang, beli buku paket, dan membayar iuran lainnya.

Menurut Paulo Freire, manusia akan menjadi dirinya jika ia dimerdekakan/dibebaskan dari segala bentuk penekanan, yaitu merdeka secara psikis, finansial, dan berpikir. Proses memerdekakan siswa mempunyai nilai, yaitu nilai bahwa dirinya dihargai dan diakui ke-aku-annya.

Kewajiban dan Sanksi

Berdasarkan informasi dari Lampung Post, Rabu (12/2/2020), Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Dasar Menengah (PAUD Dikdasmen) Kemendikbud Harris Iskandar mengatakan kebijakan baru dalam penyaluran dana BOS juga memuat kewajiban dan sanksi.

Kewajiban sekolah misalnya melaporkan penggunaan anggaran melalui portal BOS dan bagi sekolah yang membandel tidak membuat laporan akan diberikan sanksi. Kemendikbud pun menilai kemampuan para kepala sekolah dalam mengelola dana BOS saat ini sudah baik. Meskipun demikian, Kemendikbud akan terus berupaya meningkatkan kompetensi kepala sekolah dalam manajemen.

Gubernur Lampung Arinal Djuanidi juga mengapresiasi program ini. Menurutnya, pengajuan mengajukan 50% dana BOS untuk guru honorer ialah untuk menunjang kesejahteraan tenaga honorer. Sebab, menurutnya, itu adalah salah satu cara mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang menjadi fokus program Pemerintah Pusat untuk Lampung.

Berdasarkan data Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Lampung, diperkirakan 7.010 sekolah akan menerima BOS. Jumlah tersebut dilihat dari jumlah sekolah yang melakukan verifikasi BOS. Jumlah ini terdiri dari berbagai jenjang pendidikan, antara lain SD, SMP, SMA, dan SLB.

Jumlah SD yang diperkirakan dapat dana BOS sebanyak 4.684, sedangkan SMP sebanyak 1.339 sekolah, SMA terdapat 487 sekolah, dan SMK sebanyak 474 sekolah, lalu ditambah dengan SLB yang berjumlah 26 sekolah. Namun, jumlah tersebut masih perkiraan karena belum ada keputusan dari menteri.

Manajemen Berbasis Sekolah

Pengelolaan sekolah terhadap dana BOS yang berprinsip pada manajemen berbasis sekolah akan memberikan kebebasan dalam perencanaan, pengelolaan, dan pengawasan. Semuanya akan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan sekolah, tanpa intervensi dari mana pun dan siapa pun.

Bukankah ini yang dinamakan merdekanya sekolah dalam mengelola dana sekolah? Dituntut komitmen pihak sekolah untuk mengelola dana secara profesional sesuai dengan petunjuk teknis (juknis) dengan menerapkan prinsip efisien, efektif, akuntabel, dan transparan mulai dari perencanaan sampai evaluasi.

Dengan demikian, program bantuan dana BOS akan benar-benar menjadi solusi akomodatif untuk mewujudkan pendidikan murah, terjangkau, bermutu, dan equal opportunity. Bukan malah membuat sekolah menjadikan program dana BOS sebagai solusi alternatif demi kepentingan pribadi dan pihak-pihak tertentu.

Memang, masih ada beberapa pihak yang ikut mengintervensi penggunaan dana BOS, sehingga kepala sekolah tidak mampu menolak. Di sisi lain, hal itu sudah diminimalkan oleh sistem, lewat transfer dana yang sudah direct transfer karena sudah by name by address. Hal ini akan menyebabkan pengurangan dana untuk alokasi kegiatan-kegiatan tertentu sehingga muncul rekayasa kegiatan, yang akhirnya akan jauh dari maksud dan tujuan program ini. Untuk itu, diperlukan kesadaran dan dukungan dari pihak-pihak terkait agar program dana BOS dapat berjalan sesuai dengan juknis dan tepat sasaran.

Harapan penulis adalah kebijakan baru program dana BOS akan memerdekakan pihak sekolah. Kepala sekolah mempunyai peluang dan kebebasan membuat berbagai aktivitas dan program sesuai dengan kebutuhan pendidik dan tenaga kependidikan. Program inilah yang akan membuat mereka merdeka.

Bebas dari tekanan waktu dan tenaga karena mereka harus berbagi tugas di tempat lain untuk menutup kebutuhan primer mereka. Semoga program dana BOS yang bermuara pada penuntasan wajib belajar, perluasan akses, dan pemerataan pendidikan akan memerdekakan pendidik, tenaga kependidikan, masyarakat, dan anak bangsa.

[Arikel ini hasil kerja sama Unila dan Lampung Post]