(Unila): Mahasiswa asing yang menempuh jalur degree di Universitas Lampung (Unila) mengaku senang dan nyaman kuliah di Unila. Tidak hanya ketersediaan fasilitas yang lengkap, namun budaya akademik dan toleransi sivitas akademika Unila menciptakan suasana kondusif untuk menunjang aktivitas perkuliahan.
Raed Mohammed Hassan Arada, mahasiswa asing asal Palestina yang mengampu kuliah di Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik (FT) Unila, mengaku senang dan nyaman sebab mahasiswa Indonesia, khususnya mahasiswa Unila, sopan dan tidak sombong.
“Saya banyak teman mahasiswa Indonesia di Unila. Alhamdulillah tidak ada kesulitan beradaptasi dengan mahasiswa Indonesia. Mahasiswa Indonesia sopan, tidak sombong,” ujar Raed saat diwawancara tim website unila.ac.id di homestay mess Unila, pertengahan Maret 2021.
Raed menambahkan, di Unila terdapat mahasiswa yang berasal dari berbagai suku dan daerah, tapi semua bisa damai dan saling menghormati. Dia mengaku kagum dengan toleransi yang dibangun di kampus sehingga semua mahasiswa bisa menjalankan aktivitas pembelajaran dengan aman dan nyaman.
Menurut Raed, dia mendaftar ke Unila pada Februari 2019 melalui program beasiswa kerja sama Kedutaan Besar Palestina dan Unila. Raed melihat pengumuman penerimaan beasiswa mahasiswa S-1 Unila di website Kementerian Pendidikan Palestina.
“Awalnya saya tidak tahu Unila, tapi saya tertarik kuliah di Indonesia. Saya lihat syarat-syaratnya (untuk kuliah di Unila), alhamdulillah semuanya masuk, saya bisa daftar. Setelah beberapa minggu dihubungi pihak Unila dan saya diterima lewat beasiswa ini,” tutur Raed.
Diterima lewat jalur beasiswa ini, Raed mendapatkan berbagai fasilitas mulai dari digratiskan uang kuliah hingga lulus selama 8 semester, mendapatkan homestay, dan uang saku sebesar Rp2,5 juta per bulan.
Saat datang ke Unila, Raed mengaku tidak bisa berbahasa Indonesia. Kemudian dia mengikuti program pembelajaran keterampilan berbahasa Indonesia (Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing–BIPA) yang digelar Unila, mulai dari belajar membaca, menulis, hingga bertutur menggunakan bahasa Indonesia.
“Saya belajar empat bulan kursus bahasa Indonesia, belum terlalu lancar. Jadi saya sering ngobrol dengan teman-teman sesama mahasiswa asing untuk latihan, alhamdulillah kalau sekarang sudah lancar,” katanya.
Menurut Raed, semester pertama dan kedua kuliah di Unila, dia mengalami kesulitan dalam memahami mata pelajaran yang disampaikan menggunakan bahasa Indonesia. Terutama untuk mata kuliah Bahasa Indonesia dan Pendidikan Pancasila.
“Kalau mata kuliah kalkulus saya bisa memahami karena rumus-rumus dan persamaan,” ujarnya.
Beruntungnya, Raed cukup mudah bergaul dengan mahasiswa Indonesia di Unila sehingga ini membantunya dalam perkuliahan dan keseharian. Bahkan, hingga semester tiga kemarin, Raed mampu meraih nilai IPK cukup tinggi 3,7.
Sekitar satu bulan pertama, Raed juga kesulitan untuk mencari makanan khas Palestina di Lampung, sementara lidahnya belum bisa beradaptasi dengan makanan Indonesia yang cenderung pedas.
“Dulu saya tidak bisa makan makanan Indonesia, sekitar satu bulan, jadi saya masak mi instan atau telur di kosan. Kalau sekarang semua makanan Indonesia saya suka, terutama rendang dan mi Aceh,” ujar Raed yang memiliki hobi mengoleksi koin kuno ini.
Pada tahun ajaran ini, Raed sudah masuk semester empat perkuliahan. Selama di Unila, dia sudah mengikuti berbagai kegiatan outdoor-study yang digelar Unit Pelaksana Teknis Pengembangan Kerja sama dan Layanan Internasional (UPT-PKLI) Unila.
Di antaranya mengenal seni dan budaya Lampung, serta kain daerah Lampung berupa batik dan tapis Lampung. Di samping itu, Raed aktif melakukan kegiatan kemasyarakatan.
“Budaya Indonesia yang paling saya senangi adalah saat menyembelih hewan kurban di masjid dan membagi-bagikan daging kurban ke masyarakat,” ujar Raed.
Satu hal yang tidak henti-hentinya dikagumi Raed adalah kehidupan masyarakat Indonesia yang aman dan damai, termasuk di Lampung. Menurutnya, persatuan masyarakat Indonesia sangat kuat, dan itu tidak dia temukan di negara-negara Arab dan Timur Tengah.
“Saya senang di Indonesia, saya ingin melanjutkan pendidikan ke S-2 Unila. Saya juga sering cerita tentang Indonesia ke adik-adik saya dan mereka tertarik juga dengan Indonesia,” kata Raed.
Cinta Seni dan Budaya Lampung
Sementara itu, Vu Ngoc Thuy Trinch, mahasiswa asing asal Vietnam yang mengambil jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia FKIP Unila mengaku selalu terpesona saat menonton pertunjukan seni dan budaya Lampung.
Empat tahun menempuh studi di Unila, Vu Ngoc Thuy Trinch sudah menguasai beberapa tarian tradisional Lampung, di antaranya Tari Kipas dan Tari Sigeh Pengunten.
Menurutnya, ilmu tentang seni tradisional ini dia dapatkan ketika mengambil mata kuliah Seni Pertunjukan Indonesia yang mewajibkan mahasiswa belajar tarian tradisional, dalam hal ini tarian tradisional Lampung.
“Mahasiswa harus belajar dan menguasai tarian tradisional, jadi saya sudah bisa tari kipas dan tari sigeh pengunten,” ujar Vu Ngoc Thuy Trinch.
Dia juga belajar Bahasa Lampung yang merupakan salah satu mata kuliah wajib di jurusannya. Vu Ngoc Thuy Trinch tidak hanya belajar bahasa tutur Lampung, tapi juga belajar aksara Lampung.
“Saya belum banyak bisa bahasa Lampung, yang saya tahu misalnya tabik pun ia pun (salam dalam bahasa Lampung),” kata Vu Ngoc Thuy Trinch yang menyukai tradisi nyeruit khas Lampung ini, yaitu makan bersama dengan sajian ikan, sambal, dan lalapan.
Saat ini, dia sibuk mengurus jadwal seminar hasil untuk skripsinya yang berjudul “Pelafalan Bunyi Konsonan Bahasa Indonesia oleh Penutur Vietnam”. Setelah lulus dari Unila, Vu Ngoc Thuy Trinch berniat untuk lebih mendalami Bahasa Indonesia dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang S-2 Bahasa Indonesia. Dia bercita-cita, setelah lulus nanti akan kembali ke Vietnam menjadi pengajar Bahasa Indonesia.
Global Initiative Unila
Kepala UPT PKLI Unila Dr. Ayi Ahadiat, S.E., M.B.A., mengatakan, sesuai amanah dari Rektor Unila Prof Dr. Karomani, M.Si., serta arahan Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja sama, dan TIK Prof . Suharso, Ph.D., UPT PKLI memiliki tupoksi sebagai inisiatif program internasional Unila.
“Bagaimana Unila hadir secara internasional, jadi PKLI memfasilitasi program-program kerja sama internasional. Misalnya memperlancar dosen atau pegawai yang mau melanjutkan studi ke luar negeri, memfasilitasi kerja sama Unila dengan universitas luar negeri, termasuk memfasilitasi mahasiswa asing yang kuliah di Unila,” ujar Ayi Ahadiat.
Menurut dia, global initiative Unila ini sesuai dengan Renstra Kemdikbud, Renstra Unila, dan Pemeringkatan Klasterisasi Perguruan Tinggi Berdasarkan Program Merdeka Belajar – Kampus Merdeka (MBKM).
Ayi menjelaskan, saat ini, Unila konsen mencari mitra kerja sama dengan 100 universitas terbaik di tingkat dunia. Walau tidak mudah, ujarnya, tapi Unila sudah memiliki kerja sama detail dengan beberapa universitas luar negeri.
Di antaranya Monash University-Australia, New Castle University-Australia, Kentucky University-Amerika Serikat, Aoyama Gakuin University-Jepang, Gunma University-Jepang, serta beberapa universitas di Eropa, Jerman, Perancis, Hungaria, dan Kroasia.
Terkait mahasiswa asing, kata Ayi, sebelumnya terdapat sekitar 20 orang yang mengambil jalur degree di Unila. Namun karena pandemi Covid-19, jumlah mahasiswa asing menurun sehingga saat ini hanya tersisa 10 orang yang masih menempuh studi di Unila.
Sepuluh mahasiswa asing tersebut adalah Raed Mohammed Hassan Arada asal Palestina kuliah di Jurusan Teknik Elektro, Yahia Khalil Ibrahim Taha asal Palestina mengambil Jurusan Teknik Mesin, Mohammed Zyad Zayd Alshurafa asal Palestina kuliah di Jurusan Ilmu Komputer, dan Vu Ngoc Thuy Trinch asal Vietnam di Jurusan Pendidikan Bahasa Indonesia.
Lalu, Balapuwaduge Ishini Amand Mendis asal Sri Langka di Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris, Umniya asal Irak di Pendidikan Dokter, Ramananjatovo Mathias Angelo asal Madagaskar di Jurusan Ilmu Komunikasi, Andrianarivony Georges Leoni asal Madagaskar di Jurusan Hubungan Internasional, Abdelrahman Slaheldin Ahmed Hassan asal Mesir Jurusan Ekonomi, dan Amina Ata Abedelaty Elzaanin asal Palestina mengampu Jurusan Magister Manajemen.
“Karena pandemi, jumlah mahasiswa asing sekarang menurun, tinggal 10 orang. Kemarin juga ada yang dari Jepang karena Covid ditarik kembali ke negaranya,” tutur Ayi.
Beasiswa bagi Negara Berkonflik
Ayi mengatakan, di tahun 2021 ini, Rektor Unila Prof. Karomani membuat kebijakan menyediakan 40 slot beasiswa bagi mahasiswa asing dari negara-negara yang sedang berkonflik, seperti Irak, Suriah, Palestina, Myanmar, dan lainnya.
“Pak rektor ingin memperkenalkan keragaman Indonesia, multikultur Indonesia, dan sikap toleransi yang dimiliki bangsa Indonesia. Ide besarnya adalah Indonesia yang dibingkai oleh Pancasila dan semangat Bineka Tunggal Ika bisa hadir dan menjadi pelajaran bagi masyarakat dunia,” tutur Ayi.
Untuk itu, pihaknya akan mengirimkan surat ke beberapa kedutaan untuk memberitahu bahwa Unila menyediakan beasiswa bagi negara mitra yang tengah mengalami konflik. Selain itu, sosialisasi penerimaan mahasiswa asing juga dilakukan melalui website io.unila.ac.id yang juga dilengkapi dengan admission link di dalamnya.
“Sehingga, mahasiswa asing yang ingin mendaftar ke Unila sudah bisa langsung mengisi formulir pendaftaran dan memasukkan data-data mereka di admission link itu,” kata Ayi.
Menurut dia, saat ini sudah ada 25 mahasiswa asing yang memasukkan apply ke email UPT PKLI. Pihaknya akan melakukan seleksi terhadap berkas yang masuk, bagi yang eligible akan mendapatkan beasiswa, bagi yang tidak memenuhi syarat, akan diarahkan untuk mandiri.
“Penerimaan mahasiswa asing sudah berjalan, sudah open, malah sudah ada 25 apply yang masuk dari negara yang tidak kita targetkan sebenarnya, ternyata banyak yang berminat untuk kuliah di Unila,” kata Ayi.
Terkait anggaran beasiswa bagi 40 mahasiswa asing tersebut, UPT PKLI tidak hanya mengandalkan dana dari Unila, tapi juga akan memperjuangkan dana sharing dari program Darmasiswa Kemdikbud, dana CSR dari BUMN, serta perusahaan-perusahaan besar di Indonesia.
Sementara itu, Kasubbag Tata Usaha UPT PKLI Dedi Iswanto, S.E., menjelaskan, persyaratan umum bagi calon mahasiswa asing mendaftar di Unila adalah lulusan SMA atau sederajat tidak lebih dari 3 tahun pada tahun 2021 (lulusan SMA tahun 2021, 2020, 2019).
Berkas yang harus dilengkapi meliputi paspor non-Indonesia, foto berwarna terbaru (wajah penuh tanpa topi/kacamata/aksesoris), ijazah sekolah menengah atau sederajat, transkrip akademik sekolah menengah atau sederajat, mampu berbahasa Indonesia atau menunjukkan sertifikat tes kecakapan (TIBA) dengan skor minimal 4, atau sertifikat Skor Bahasa Indonesia (BIPA) dengan level minimal 3, berkas pernyataan motivasi, dan sertifikat kesehatan.
Menurut Dedi, keberadaan mahasiswa asing di Unila memberi dampak positif bagi kampus, selain mempromosikan Unila di dunia internasional. Keberadaan mahasiswa asing ini juga meningkatkan reputasi Unila sehingga semakin membuka peluang kerja sama pembelajaran, penelitian, maupun pengabdian tingkat internasional.
“Setelah lulus nanti, para mahasiswa asing ini akan menjadi agen Indonesia di negara asal mereka dan mereka akan mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat selama kuliah di Unila,” kata Dedi. [Humas]