MA Unila
Mahasiswa Asing Unila

(Unila) : “Kami sudah lancar berkomunikasi, sudah bagus, hanya ada beberapa kata saja yang belum kami pahami dan sulit mengucapkannya. Kegiatan kami ya hanya begini, kuliah, main, tidur, baca buku. Kawan-kawan kuliah juga sering main ke sini, belajar bareng, main juga. Kami juga kadang main ke rumah dosen yang ada di sekitar komplek dosen ini,” ungkap Andrianony Eliane Deborah, mahasiswa asal Madagaskar yang kini menempuh pendidikan di Jurusan Bahasa dan Budaya Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung (FKIP Unila).

Ia tidak sendiri, bersama ketujuh mahasiswa dari negara lain, mereka tinggal di kompleks perumahan dosen Unila di samping Masjid Alwasi’i. Mereka adalah mahasiswa asing yang tahun ini terpilih kuliah di Unila melalui Program Beasiswa Darmasiswa Republik Indonesia selama satu tahun. Sebenarnya ada sembilan mahasiswa yang mengikuti program ini, namun Nisrin Abdulbutra hanya mengikuti program ini selama enam bulan, sehingga ia kembali lebih dahulu ke negara asalnya.

Selain Andrianony, ada Michal Tengeri asal Slovakia, Ramiandrisoa Miantsa Hasinjara yang juga dari Madagaskar. Lalu Khan Dalath, Soun Savon, dan Met Monynimol dari Kamboja. Kemudian Kusano Nagisa dan Harasawa Misato asal Jepang. Mereka semua tinggal dalam satu blok di perumahan dosen, tempat yang sudah disediakan Unila dengan fasilitas yang cukup lengkap. “Homestay kami di Unila ini lebih baik dari teman-teman kami yang kuliah di universitas lain, karena kami pernah ke sana dan melihat langsung kondisinya,” ungkap Miantsa.

Masa mukim mereka di Unila kini terhitung tinggal beberapa bulan lagi, dan mereka rasakan banyak perubahan dalam diri mereka selama kuliah di Unila. “Banyak kesannya,” tukas Andrianony. “Unila kampusnya luas, banyak pepohonan,” Khan Dalath menimpali. Padahal, kebanyakan dari mereka awalnya tidak tahu di mana itu Universitas Lampung, atau Provinsi Lampung itu sendiri.

Hampir semua mahasiswa asing yang kini belajar di Unila memilih beberapa universitas di Yogyakarta dan Jakarta. “Saya tadinya tidak tahu Unila, tapi saya pilih dipilihan kedua,”ungkap Andrianony. “Saya juga, tadinya saya sangat siap dan berharap masuk di universitas yang saya pilih di Yogyakarta,” Misato menimpali. Namun, Misato akhirnya merasa betah di Lampung (Unila. red) karena di Lampung ada komunitas Bahasa Jepang, dan ia bisa bergabung di sana.

Berbeda lagi alasan Nagisa mengapa ia awalnya kaget saat diterima di Unila. “Di Indonesia, saya hanya tahu Bali, Jakarta, dan Papua, jadi tidak tahu di mana Lampung itu,” aku Nagisa. “Iya, saya juga belum tahu Lampung itu di mana, sampai-sampai satu bulan di Lampung, saya sudah rindu rumah di Madagaskar,” seloroh Andrianony. Namun, apapun itu, hampir setahun menimba ilmu di kampus hijau Unila membuat mereka belajar banyak hal dan mencintai almamater yang kini mereka sandang.

Hari-hari mereka di Unila juga akhirnya diisi dengan berbagai kegiatan dan belajar yang menyenangkan. Intinya, selain belajar akademik, mereka juga belajar tentang budaya di Indonesia, dan khususnya belajar budaya Lampung. Misalnya, setiap Jumat mereka belajar musik dan tari (kesenian Lampung) di Unit Kegiatan Mahasiswa Bidang Seni (UKM BS) Unila. Kemudian setiap Kamis mereka belajar membuat sulam usus dan kain tapis khas Lampung di tempat pembuat sulam usus terkenal Lampung, Aan Ibrahim.

Selama belajar di Lampung, mereka juga belajar tentang kehidupan sosial dan alam yang ada di Lampung. “Saya suka Lampung karena di sini multikultur, sehingga banyak budaya yang bisa dipelajari selain Lampung,” ungkap Misato yang sangat suka dengan Siger Lampung. Makanan dan tempat wisata juga menjadi pilihan favorit masing-masing. Jika Andrianony suka rendang dan nasi goreng, Nagisa suka nasi uduk atau nasi kuning. Sementara itu Ramia paling suka Teluk Kiluan, sedang Soun Savon sangat senang karena di Lampung juga banyak wihara.

Para mahasiswa asing yang belajar di Unila mengaku banyak mendapat pelajaran hidup yang sangat berpengaruh pada sikap dan pemikiran mereka. Salah satunya seperti yang dituturkan Miantsa. “Saya jadi lebih bertanggung jawab karena belajar di negeri orang. Saya juga sekarang bisa duduk bersila, karena di negara saya (Madagaskar) jarang sekali wanita yang duduk bersila. Awalnya saya sampai kesemutan, sekarang sudah biasa,” selorohnya disambut tawa kami semua yang saat itu berbincang santai di salah satu home stay mereka.

Belajar bahasa Indonesia memang sejatinya adalah tujuan mereka mengikuti program Darmasiswa di Indonesia, tidak perduli di kampus mana mereka ditempatkan. Salah satu alasannya adalah untuk mencari pekerjaan di Indonesia. “Saya memang sangat senang belajar bahasa Indonesia karena saya ingin bekerja di kedutaan besar Indonesia di Slovakia atau bekerja di Jakarta. Kini banyak mahasiswa Slovakia yang tertarik belajar bahasa Indonesia,” tutur Mike diamini semuanya. Banyak bekal ilmu memang yang telah mereka dapatkan selama belajar di Unila.[] Andro