(Unila): KUHP dipandang tidak sesuai dinamika perkembangan hukum pidana nasional karena merupakan warisan zaman kolonial. Demikian disampaikan perwakilan Badiklat Kejaksaan RI Dr. Ely Kusumastuti, S.H., M.Hum., Jumat (7/2/2020).
“Pada zaman kolonial, aturan dipakai agar menjadi norma yang menekan sehingga tidak ada pelanggaran atau tindak pidana yang dilakukan,” ujarnya saat memberi kuliah Pembaharuan Hukum Pidana di Program Studi Doktor Ilmu Hukum Fakultas Hukum Unila.
Menurut Ely, pembaharuan hukum pidana itu ada karena perkembangan hukum pidana di luar KUHP. Hukum pidana baik khusus maupun administrasi telah menggeser keberadaan sistem dalam KUHP. Hal ini mengakibatkan terbentuknya lebih dari satu sistem hukum pidana yang berlaku dalam sistem hukum pidana nasional.
Selain itu alasan lain dari pembaharuan hukum pidana adalah telah terjadinya duplikasi norma hukum pidana dalam beberapa hal. Duplikasi ini terjadi pada norma hukum pidana dalam KUHP dengan norma hukum pidana dalam UU di luar KUHP.
Dalam menafsirkan pembaharuan hukum pidana, mahasiswa diharuskan memahami filsafat hukum pidana terlebih dahulu. “Dalam pembaharuan hukum pidana dibahas hakekat, esensi hukum pidana, baru terkait teori dan filsafatnya. Maka, kita harus paham dulu filsafat hukum pidana,” jelasnya.
Kuliah ini diawali dengan sambutan Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung Prof. Dr. Maroni, S.H., M.Hum., dilanjutkan pengarahan oleh Sekretaris Badan Pendidikan dan Pelatihan Kejaksaan (Sesbandiklat) RI Abdul Kadirun S.H., M.H.
Sesbandiklat dalam pengarahannya mengharapkan, para mahasiswa yang merupakan jaksa di lingkungan Kejaksaan RI dapat menyelesaikan pendidikan S3-nya tepat waktu dan bersungguh-sungguh dalam menempuh pendidikan di FH Unila. [Humas/Rilis]