(Unila): Menjadi dosen di era digitalisasi bukanlah hal mudah. Ada tantangan tersendiri bagi dosen untuk berinovasi meningkatkan produktivitasnya sebagai pengajar dan pendidik. Di era ini, dosen tidak hanya dituntut memiliki kompetensi inti keilmuan yang kuat, tetapi harus mampu beradaptasi dengan perubahan teknologi yang kian pesat.

Pandemi covid-19 yang telah mewabah di awal tahun 2020 menjadi tantangan lain bagi para pendidik. Sejak surat edaran rektor terkait pembelajaran daring berlaku, Unila mulai menerapkan kuliah online. Kondisinya yang mendesak, mendorong dosen untuk berpikir kreatif agar materi kuliah dapat tersampaikan dengan baik kepada mahasiswa.

Seperti halnya Dr. Eng. Heri Satria, M.Si. Dosen Jurusan Biokimia Fakultas MIPA Universitas Lampung (Unila) ini memilih menggunakan video sebagai salah satu media belajar interaktif bagi para mahasiswanya. Doktor alumnus Kanazawa University Japan ini menilai metode pembelajaran daring yang dilakukan saat ini lebih bersifat komunikasi pasif.

Heri merasa khawatir mahasiswanya tidak optimal memahami materi yang ia berikan jika hanya mengandalkan bahan ajar berbentuk PPT, buku ajar, dan semacamnya. Maka dari itu, selain aktif menerima diskusi melalui WhatsApp (WA) dan Google Class Room, ia mengemas bahan ajarnya ke dalam bentuk video yang dibagikan melalui Youtube.

Peraih penghargaan “The Dean Award as a Best PhD Student Kanazawa University Japan” ini juga mempertimbangkan tren anak muda sekarang yang gemar mengakses Youtube dan menemukan media pembelajaran serupa di website tersebut. Youtube dipilih sebagai salah satu media pembelajaran online yang bisa dinikmati mahasiswanya dengan cara mengakses channelnya.

Mahasiswa disarankan untuk menyaksikan video yang ia buat di Youtube sebelum mengikuti perkuliahan melalui Google Class. Kemudian, materi yang ada di video akan dibahas pada saat perkuliahan.

”Harapannya mahasiswa lebih mudah mencerna bahan kuliah. Kemudian kita tidak kehilangan tujuan perkuliahan itu sendiri sehingga mereka bisa jauh lebih memahami materi ini,” ujar bapak dua anak ini.

Saat diwawancarai tim website, warga Perumahan Silva Green, Rajabasa, Bandarlampung, ini menjelaskan, video yang ditayangkan dalam channel Heri Satria merupakan hasil karyanya sendiri yang ia produksi berbekal peralatan dan pengalaman selama studi di Jepang. Dengan bantuan beberapa software, dibutuhkan 1-2 hari untuk membuat video berdurasi pendek dan 4-5 hari untuk video yang berdurasi panjang.

Meskipun menyita waktu dan awalnya pesimistis dengan metode ini, ia justru merasa senang dan sama sekali tidak merasa tertekan. Ditambah lagi reaksi positif para mahasiswa dan antusiasme mereka menunggu video terbarunya di Youtube.

Usaha keras memang tidak pernah berbohong. Mahasiswanya di kelas biologi mendapatkan nilai 100 saat kuis setelah menyimak materi yang dia berikan melalui Youtube.

“Saya sangat terharu dan senang sekali dengan kondisi seperti itu. Pertanyaan sudah saya set up sedemikian rupa dan mereka bisa menjawabnya. Itu kebahagiaan bagi seorang guru,” ucap alumni magister program studi Bioteknologi IPB ini.

Ke depan, ia berharap dapat mengembangkan konten lebih banyak dan menyediakan  konsultasi belajar bagi mahasiswa yang mengambil jurusan biokimia. Ia juga memperkenalkan metode ini ke komunitas peneliti di Indonesia serta teman semasa studi. Pembelajaran yang ia buat nantinya tidak hanya dapat diakses warga Unila, tapi seluruh Indonesia dan Malaysia. [Humas/Angel]