Juara Tingkat ASEAN, Raih Hadiah 900 Dolar Amerika
Provinsi Lampung boleh berbangga. Dua mahasiswa asal Universitas Lampung (Unila) meraih prestasi di tingkat internasional. Prestasi yang mengharumkan nama Sai Bumi Ruwa Jurai ini seakan menjadi kado terindah di Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas).

Laporan Nur Jannah, BANDARLAMPUNG

LANTAI dua Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Lampung sekitar pukul 13.00 WIB kemarin tampak lengang. Di sana hanya terlihat beberapa mahasiswa tengah menunggu dosen pembimbing dan mengerjakan soal di depan laptopnya.

Ya, kedatangan Radar Lampung ke sana memang ingin menemui Nofra Hardiko Saputra dan Dedi Irawan. Keduanya adalah mahasiswa semester X di jurusan tersebut yang berhasil menorehkan prestasi tingkat internasional.

Mereka berhasil meraih juara pertama pada Program Regional Future Energy Challenge (RFEC) 2013 Problem Solving Competition yang digelar di Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 25-27 April lalu. Perlombaan itu diselenggarakan untuk tingkatan negara-negara se-Asia Tenggara (ASEAN).

Sebelumnya, wartawan koran ini memang sudah membuat janji melalui telepon dengan Sekretaris Jurusan Heri Rustamaji, S.T., M.Eng. dan Nofra Hardiko Saputra. Karenanya saat tiba di kampus yang terkenal dengan sebutan Kampus Hijau tersebut, Radar langsung menuju ruangan Heri.

’’Waalaikumsalam. Mari silakan masuk Mbak,” jawab pria berjenggot yang belakangan diketahui sebagai Heri itu. Selain sebagai sekretaris jurusan, pria berkulit putih ini juga menjadi dosen pembimbing Nofra Hardiko Saputra dan Dedi Irawan.

Setelah saling memperkenalkan diri, tiba-tiba datang seorang mahasiswa yang belakangan diketahui sebagai Nofra. Kala itu diketahui, rekannya Dedi tidak bisa datang menemui Radar lantaran tengah pulang kampung.

Akhirnya, tanpa banyak berbasa-basi, Nofra yang sudah mengetahui maksud kedatangan Radar langsung menceritakan perjalanannya bersama Dedi bisa menjadi juara di tingkatan ASEAN.

Pria kelahiran Bengkulu, 23 November 1990, ini mengaku tidak menyangka bisa memenangkan perlombaan tersebut. Terlebih acara tahunan yang rutin digelar ITB itu merupakan pengalaman pertama baginya.

’’Sebelumnya tidak pernah membayangkan meraih juara pertama. Waktu itu yang kami pikirkan setidaknya mampu mempertahankan juara II yang pernah diraih kakak tingkat kami di ajang yang sama,” kata Nofra sambil memperlihatkan piala penghargaannya.

Menurutnya, pada perlombaan tersebut, ia dengan dosen pembimbingnya Heri mengangkat tema Optimizing Operation Condition and Replacing Cataliyst DHC-8 into DHC-100 to Increse Avtur Frantion Yield In Fractionator 211/212-V-14-HC UNIBON RU II Dumai.

’’Tahun ini kali pertama presentasi menggunakan bahasa Inggris. Kalau sebelumnya memakai bahasa Indonesia. Itu juga menjadi salah satu perjuangan kami untuk mengalahkan tim lainnya,” ungkap Nofra.

Dia mengaku presentasi dengan bahasa Inggris bukan perkara mudah baginya dan rekannya Dedi. Karena itu, mereka membuat metode tersendiri untuk belajar menggunakan bahasa resmi internasional tersebut.

’’Nah untuk memperlancarnya, kami mengobrol dengan bahasa Inggris bersama teman-teman. Kalau salah satu di antara kami salah mengucapkanya, hukumannya harus push up satu kali,” cerita Nofra seraya tersenyum.

Menurut dia, kebanggaan menjadi juara pertama di kejuaraan itu bukan hanya untuknya dan Dedi ataupun dosen pembimbingnya Heri, melainkan juga untuk Unila.

Ya, pada perlombaan itu, Unila keluar sebagai juara pertama setelah mengalahkan dua tim beratnya dari ITB dan Universitas Teknologi Petronas Malaysia. Termasuk juga puluhan perguruan tinggi lain se-Indonesia dan ASEAN.

Dia memaparkan, tantangan selama mengikuti ajang tersebut adalah ketika dewan juri dengan cepat memberikan pertanyaan menggunakan bahasa Inggris. ’’Sebenarnya kami paham maksudnya, tetapi karena terlalu cepat, kadang jadi sedikit bingung,” kenangnya.

Nofra membeberkan, selain piala, ia bersama Dedi mendapatkan penghargaan berupa hadiah senilai 900 dolar Amerika Serikat atau jika dirupiahkan besarnya Rp8,64 juta.

Sementara, Heri Rustamaji selaku dosen pembimbing Nofra dan Dedi mengaku sebelumnya memang sudah menyiapkan beberapa tim yang akan diikutsertakan dalam perlombaan tersebut dengan tema yang berbeda.

’’Selain problem solving, awalnya kami juga menyiapkan beberapa judul seperti rancangan klaim desain. Karena makalahnya tidak selesai, kami mengirimkan tema untuk problem solving,” ungkapnya.

Dia melanjutkan, dalam problem solving ini aspek yang dimuat di dalamnya meliputi teknis, ekonomi, topik masalah, dan solusi masalah. ’’Salah satu yang membuat tim kami menang karena memang penelitian kita yang benar-benar nyata kondisinya terjadi di masyarakat,” papar Heri.

Awalnya, pihaknya sempat pesimistis bisa keluar sebagai juara dalam perlombaan tersebut. Namun setelah diumumkan masuk final di posisi tiga besar, memicu semangat timnya untuk memenangkan perlombaan tersebut.

’’Sebelum kita lomba, ketiga finalis bertukar makalah untuk mengkaji masing-masing penelitian itu. Setelah kami baca dan pelajari, kami optimistis menang,” tandasnya.

Heri menambahkan, kemenanganya anak didiknya ini menjadi kado di Hardiknas sekaligus memaknainya dengan prestasi dan kerja keras. ’’Di sisi lain, kami juga ingin mengenalkan Unila, khususnya Jurusan Teknik Kimia dan Lampung. Sebab nama Unila masih asing di mata internasional. Sementara ITB dan UI (Universitas Indonesia) kan sudah tidak asing,” pungkasnya. (p4/c1/whk)


Sumber : Radar Lampung – Kamis, 2 Mei 2013

 

Artikel ini diambil dari berbagai media yang memberitakan tentang Universitas Lampung, tidak memperhitungkan ada kerjasama atau tidak dengan media tersebut.