Era industrialisasi media mendorong penggiat jurnalistik kekinian menjaga integritas, kredibilitas, serta memperoleh kepercayaan pembaca. Tanpa tiga hal itu, media massa yang ada akan kehilangan pembaca ataupun pemirsa mereka hingga akhirnya mati dengan sendirinya.

Demikian benang merah diskusi Mengupas Topik Warta dalam Bad News is Good News Lingkar Studi Sosial Politik (LSSP) Cendekia dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Lampung (Unila) yang berlangsung di ruang rapat harian ini, Rabu (4/12). Sebanyak 41 mahasiswa hadir dan diterima Pemimpin Redaksi Lampung Post Gaudensius Suhardi.

Menurut Gaudensius Suhardi, bisnis koran adalah bisnis kecerdasan. Karena itu, penggiat jurnalistik harus menjaga integritas, kredibilitas, serta kepercayaan pembaca. “Hal ini juga berlaku bagi Lampung Post. Karena itu, produk yang dihasilkan Lampung Post adalah produk intelektual,” ujar dia.

Untuk itu, Lampung Post tak menggunakan pakem bad news is good news. “Tema ini sudah usang karena sejatinya wartawan Lampung Post hanya menuliskan realitas di masyarakat dengan pengharapan dapat menginspirasi dan bermanfaat bagi kepentingan publik,” ujar Bang Gaudens, sapaan akrabnya.

Dalam pertemuan itu, kepada para mahasiswa, Gaudens mengatakan sebagai profesi yang bersifat terbuka, wartawan harus memiliki lima hal penting, yakni kompetensi, kapasitas, kreativitas, konsistensi, dan kredibilitas. “Dalam hal kreativitas, tidak ada yang abadi di Lampung Post kecuali perubahan itu sendiri. Namun, perubahan tentu harus ada konsistensi,” kata dia.

Usai menerima paparan Gaudens, diskusi pun berlangsung hangat saat memasuki sesi tanya-jawab. “Maaf, Pak. Apa benar Lampung Post menerima dana dari pihak tertentu dalam bentuk iklan,” ujar Rizwan Sidik.

“Tak ada yang salah dengan pertanyaan kamu,” ujar Gaudens. “Dalam media ada ruang privat dan ruang publik,” kata dia. “Nah, untuk ruang publik, tak ada yang bisa mengintervensi Lampung Post, termasuk pemiliknya. Sementara untuk yang privat, siapa pun boleh beriklan di Lampung Post,” ujarnya.

“Lalu, bagaimana dengan sikap Lampung Post menjelang tahun politik di 2014 mendatang,” kata Meri Ariska, melanjutkan pertanyaan. “Sekali lagi saya tekankan Lampung Post tidak akan mendukung kepentingan politik mana pun dalam ruang publik,” kata Gaudens.

“Lantas apa yang membedakan Lampung Post dengan media lain, Pak. Terlebih harganya yang sampai Rp3.000 rupiah,” kata Rosim Nyerupa. “Jika diibaratkan Lampung Post itu pesawat Garuda. Tinggal kalian pilih mau baca yang bergengsi atau yang mana,” ujar Gaudens. “Jawaban Bapak sangat bijak dan elegan,” ujar Rosim, disertai riuh tepuk tangan yang hadir. ()


Sumber :Lampost.co – Kamis, 5 Desember 2013

Artikel ini diambil dari berbagai media yang memberitakan Universitas Lampung, tidak memperhitungkan ada kerja sama atau tidak dan perlu dikonfirmasikan ke Unila jika ada hal yang tidak jelas.