(Unila) : Dengan berbagai keterbatasan, terutama dana, niat di hati bisa menjadi penambal paling efektif. Syaratnya, para guru berani mengambil sikap ideal, yakni menjadi pahlawan tanpa tanda jasa. Demikian diungkapkan Dekan FKIP Universitas Lampung (Unila) Dr. Bujang Rahman saat menjadi pemateri utama orientasi bertema Mengajar dengan Hati di Liwa, Senin (19/8).

Di hadapan 200-an guru dan kepala sekolah se-Lampung Barat dan Pesisir Barat, Bujang mengawali sesi orientasi itu dengan memainkan emosi para pendidik. Satu seri foto templete bertema perjuangan orang tua di sawah, sungai, dan ladang untuk mencari biaya pendidikan anak-anaknya ditayangkan.

Narasi pengantar yang disampaikan Bujang berhasil melarutkan suasana haru. Atmosfer itu menjadi pintu masuk Bujang mengajak para guru untuk merenungkan hakikat mendidik. “Innama a’malu binniyat. Dan, niat itu muaranya adalah hati. Maka, saya mengajak para praktisi pendidikan untuk bekerja dengan hati yang bersih,” ujarnya.

Doktor manajemen pendidikan itu mengimbau para guru untuk berlaku sebagaimana idealnya, yaitu sebagai pahlawan tanpa pamrih. “Mari luruskan niat. Jangan sampai materialisme menjadi pengganggu niat suci seorang guru.”

Bujang sangat percaya secara kualifikasi akademik para guru tidak buruk. Bertumpu pada potensi yang ada, tugas guru cukup melakukan tiga hal, yakni menularkan ilmu pengetahuan, membersihkan hati dari sifat buruk, serta ikhlas. Dengan materi bertajuk Sekolahku, Sekolahmu, Sekolah Kita, Ketua Ikatan Sarjana Pendidikan Indonesia (ISPI) Lampung ini menggugah kinerja guru Indonesia pada umumnya. Dia juga mengutip rekomendasi Konferensi Internasional Pendidikan dan Pembelajaran (ITEC) 2013 pada Juli di Bandarlampung. Konferensi itu menyimpulkan bahwa masalah krusial pendidikan Indonesia ada di kelas.

“Saya sebagai guru merasa berhutang moral dan masa depan anak-anak bangsa ini,” katanya.[] Mutiara