(Unila): Komunitas Cita Anak Bangsa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung (CAB FISIP Unila) menggelar diskusi publik bertajuk “Strategi Pencegahan Kriminal dan Teror di Lampung”. Kegiatan diselenggarakan di wisma Unila, Kamis (29/1) dan diikuti 70-an peserta.
Akademisi Unila Heny Siswato dalam paparannya selaku narasumber menyampaikan, Provinsi Lampung memang kerap disebut sebagai daerah rawan konflik. Namun menurutnya, hal itu tidak sepenuhnya benar karena pada dasarnya kerusuhan antarwarga bukan disebabkan sentimen antarsuku maupun agama. Tetapi lebih kepada masalah perorangan yang menjadi semakin besar.
“Menurut saya Lampung merupakan percontohan Bhineka Tunggal Ika karena dihuni oleh berbagai suku agama. Tetapi yang jadi masalah adalah seringnya terjadi kerusuhan antarwarga. Padahal, dari hasil penelitian kami, rata-rata konflik itu terjadi karena faktor perorangan saja,” ungkapnya.
Selain itu, perilaku main hakim sendiri yang sering dilakukan warga juga menjadi pemicu utama pecahnya kerusuhan. Untuk itu, ia berharap adanya sinergitas antarwarga yang hingga kini terus disosialisasikan oleh pemerintah.
“Persepsi orang luar terhadap Lampung ini sudah buruk. Karena itu pemuda juga harus mengambil andil dalam hal ini. Yakni agar setiap warga di Lampung bisa saling bersinergi. Melalui sosialisasi ini juga diharapkan mampu menekan tingkat kriminal khususnya di kalangan pelajar dan juga mahasisiwa,” imbuhnya.
Hal senada diungkapkan sosiolog yang juga Wakil Dekan III FISIP Unila Fairulsyah. Menurutnya, tindakan kriminal dapat diminimalkan melalui peran Polri, salah satunya dengan memberdayakan fungsi badan pembinaan, keamanan dan ketertiban masyarakat (Babinkamtibmas) di setiap desa. Babinkamtibnas harus bisa menjangkau hingga ke daerah pelosok.
“Tentunya fungsi Babinkamtibmas ini sangat sentral untuk menjaga keamanan. Karena itu, setiap petugas juga harus berenergi dan aktif melakukan sosialisasi,” kata dia.
Ia pun menambahkan, setiap orang memiliki potensi untuk melakukan tindak kejahatan jika dalam keadaan terpaksa. Untuk itu ia mengimbau agar warga juga bisa menjaga dan saling toleransi agar tidak terjadi keributan.
Berdasarkan data Polda Lampung, beberapa kekerasan yang paling menonjol di Lampung yakni curat, curas, dan curanmor. Pada tahun 2014 terdapat sekitar 2.324 kasus dari tiga kategori tersebut yakni curas sebanyak 590 kasus, sementara yang sudah selesai 310. Curat 1520 kasus, yang selesai 826, dan curanmor 214 selesai 65 kasus.[]