Marselina Djayasinga                                                                                     Akademisi FEB Universitas Lampung

SEBAGAI provinsi yang tumbuh dan berkembang dari pertanian, Lampung seharusnya memprioritaskan tujuan pembangunannya berupa peningkatan kesejahteraan petani. Salah satu alat ukur untuk melihat tingkat kesejahteraan petani Lampung adalah melalui nilai tukar petani (NTP).

NTP dihitung dari rasio harga yang diterima petani terhadap harga yang dibayar petani. Konsep NTP secara sederhana menggambarkan daya beli dari pendapatan yang diperoleh petani. Nilai tukar petani dapat diartikan sebagai rasio antara penerimaan dari komoditas pertanian yang mampu dijual petani dan biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi komoditas tersebut.

Dari NTP ini, dapat diketahui tingkat profitabilitas suatu usaha tani. NTP turun berarti kenaikan harga produk pertanian yang dihasilkan petani lebih kecil dari kenaikan harga barang yang dibeli petani. NTP menurun mengindikasikan telah terjadinya penurunan tingkat kesejahteraan petani.

Berdasarkan BPS per Mei 2020, NTP Lampung turun 1,60%, yaitu menjadi 91,51, sementara NTP Lampung pada Maret 2020 masih sebesar 110,70. Dari 34 provinsi se-Indonesia, ada 10 provinsi yang NTP-nya meningkat dan 24 provinsi mengalami penurunan, termasuk Lampung.

NTP terbentuk dari beberapa NTP subsektor, yaitu NTP padi dan palawija, NTP hortikultura, NTP tanaman perkebunan rakyat, NTP peternakan, NTP perikanan tangkap, dan NTP perikanan budi daya. Secara subsektor, per Mei 2020, NTP padi dan palawija, peternakan, dan perikanan tangkap di Lampung menurun besar dibandingkan NTP Maret 2020. Sementara NTP hortikultura, tanaman perkebunan rakyat, dan perikanan budi daya meningkat dari 94,95 menjadi 100,26.

NTP padi dan palawija di Lampung menurun dari 110,98 menjadi 93,37. Demikian juga NTP peternakan menurun drastis dari 114,3 menjadi 98,29 dan NTP perikanan tangkap dari 118,31 menjadi 99,07. Namun, ada kenaikan NTP hortikultura, yang meningkat dari 93,21 menjadi 94,14. Demikian juga NTP tanaman perkebunan rakyat meningkat dari 86,2 menjadi 86,47 serta NTP perikanan budi daya meningkat dari 94,95 menjadi 100,26.

Jika dicermati dari jenis komoditasnya, gabah, jagung, cabai rawit, cabai hijau, cabai merah, serta beberapa jenis sayuran dan tanaman obat serta ayam, itik, bebek, kambing, dan sapi mengalami penurunan harga. Hal ini disebabkan di saat pandemi ini, permintaan masyarakat atas produk itu menurun. Selama ini, pasar terbesar hasil pertanian Lampung berupa cabai, jagung, sayuran, ikan, daging, dll adalah rumah-rumah makan, hotel, restoran, warung, dan kedai makan sesuai dengan strukutur ekonomi Lampung yang ditopang industri pengolahan makanan dan perdagangan.

Sementara komoditas perkebunan rakyat seperti kopi, lada, sawit, karet, nanas, dll adalah input industri pengolahan dan komoditas ekspor. Semua negara sektor tujuan Lampung masih lockdown saat pandemi ini. Masyarakat yang sudah rendah daya belinya ini ditambah lagi RT miskin di Lampung cukup tinggi angkanya, yaitu 12%, telah kehilangan pekerjaan informalnya dan kehilangan pendapatan.

Menurunnya pembelian akan produk pertanian dan kunjungan ke rumah makan, kafe, dll yang juga karena paranoid akibat dampak pandemi ini menyebabkan sepinya pengunjung ke tempat tersebut. Akibatnya, sebagian besar rumah makan, warung makan, restoran, dan hotel yang menjadi pasar utama produk-produk petani ini tutup.

Untuk jenis komoditas di subsektor perkebunan, NTP-nya juga merosot karena aktivitas ekspor menurun akibat pandemi. Jenis komoditas tanaman perkebunan seperti karet, kopi, kelapa sawit, ikan tangkap, dll adalah produk ekspor andalan Lampung. Ketika seluruh dunia melakukan kebijakan lockdown, otomatis ekspsor komoditas itu menurun signifikan.

Mengapa NTP Menurun?

NTP Lampung menurun karena posisi tawar petani rendah. Petani hanya bisa menerima keputusan pasar, tidak bisa terlibat dalam menentukan harga. Posisi tawar petani Lampung yang rendah ini juga terkait pada sifat komoditas pertanian yang tidak tahan lama.

Sementara pada tatanan praktik, banyak pedagang besar “bermain” menekan harga. Faktor lain yang membuat posisi tawar petani lemah karena komoditas pertanian di Lampung mengalami panen yang bersamaan sehingga terjadi oversupply yang menyebabkan harga jatuh.

Mengapa demikian? Karena tidak ada manajemen tanam yang baik. Petani dibiarkan berjalan sendiri dengan nalurinya sehingga menanam pada saat bersamaan dan panen juga bersamaan. Peran ahli pertanian atau penyuluh pertanian diperlukan untuk menyosialisasikan manajemen tanam.

Faktor lain penyebab NTP Lampung menurun karena daya beli petani Lampung rendah. Artinya, penerimaan yang diperoleh petani dari menjual komoditas pertaniannya masih di bawah harga untuk nonpertanian, karena permintaan atas komoditas pertanian menurun.

Meningkatkan NTP Lampung adalah dengan memperbaiki sistem pemasaran pertanian sehingga petani memiliki posisi tawar   yang baik melalui perluasan jaringan pemasaran. Dengan medsos, jaringan pemasaran petani dapat menembus batas yang selama ini menjadi kendala.

Petani dapat memasarkan produknya dengan daring. Pada masa pandemi ini, masyarakat akan berusaha mengurangi kontak fisik. Petani dapat memanfaatkan situasi ini dengan berpromosi via medsos. Petani juga dapat mencantumkan harga produknya dan siap diantar ke rumah.

Untuk eksis memasuki pasar dengan kondisi seperti ini, petani bisa bekerja sama dengan jasa ojek daring untuk pengirimanya dan petani harus membuka rekening bank sehingga konsumen dapat langsung mentransfer biaya yang harus dibayarkannya.

Agar konsumen puas, petani harus bisa menjaga kualitas komoditas pertanian yang dijualnya, misal dengan pengemasan yang menarik, higienis. Konsumen merasa tidak terbebani dengan harga sayuran yang sedikit agak mahal asalkan masih segar, sehat, dan siap diterima di rumah.

Peran Pemerintah

Beberapa hal yang bisa dilakukan pemerintah daerah atau pihak terkait untuk meningkatkan kesejahteraan petani adalah membantu pemasaran. Pemda dapat memberikan pelatihan pemasaran kepada petani dengan teknik pemasaran daring.

Pemda juga dapat membantu permodalan kepada petani terutama untuk pembelian bibit dan alsintan, bantuan benih, dll. Jaminan ketersediaan pupuk dengan harga subsidi dan terjangkau dibutuhkan petani. Petani juga memerlukan bantuan pendapatan untuk mempertahankan kehidupannya selama masa tanam menunggu panen. Petani sering banyak terjebak dengan rentenir ketika masa menunggu panen.

Pemda juga harus hadir di tengah petani ketika harga komoditas pertanian jatuh. Optimalisasi peran dan fungsi Dinas atau BUMD sebagai buffer stock, yaitu memborong stok di pasar yang berlebih dan menyalurkannya ke tempat lain sehingga harga komoditas pertanian tetap stabil. Pemda dapat membuka pasar baru bagi petani dengan memanfaatkan program membantu sesama.

Pemda juga bisa membantu di tahap penanganan pascapanen, seperti bantuan pemda membuat cold storage. Pemda dapat membantu menciptakan nilai tambah produk pertanian untuk memperbaiki kemasan dan higienisasi produk. Selain itu, pemda dapat memfungsikan kembali peran tenaga penyuluh lapangan untuk membantu kesulitan teknis petani.

Sepanjang niat bersama untuk membantu petani agar mereka mandiri dan berjaya, kita harus berpikiran jernih dan buat program dan kegiatan yang fokus menyentuh persoalan. Jika mencermati 33 janji kerja Gubernur Lampung, saat ini yang salah satunya adalah ingin mewujudkan Petani Lampung Berjaya dengan Kartu Petani Pintar, maka program luar biasa ini harus segera dikonkretkan dalam kegiatan yang nyata. []

(Artikel kolom pakar ini hasil kerja sama Unila dan Lampung Post)