(Unila): Universitas Lampung (Unila) menggelar sosialisasi penyelesaian sengketa informasi publik bertema “Memahami Sengketa Informasi Publik 2025” bersama Komisioner Komisi Informasi Pusat RI Bidang Penyelesaian Sengketa Informasi Publik, Syawaludin, di ruang sidang utama lantai dua rektorat, Kamis, 4 Desember 2025.

Sosialisasi bertujuan untuk memperkuat pemahaman sivitas akademika mengenai mekanisme keterbukaan informasi publik dan tata kelola layanan di lingkungan badan publik.

Rektor Unila Prof. Dr. Ir. Lusmeilia Afriani, D.E.A., IPM., ASEAN Eng., menegaskan, tagline Be Strong mencerminkan komitmen universitas terhadap perkuatan institusi dan good university governance.

Ia menyampaikan, budaya transparansi diterapkan di seluruh unit kerja melalui keterbukaan aktivitas kampus yang dapat diakses publik. Unila mempunyai tagline BE STRONG. G-nya itu adalah good university governance.

“Kita memiliki kebudayaan yang transparansi di setiap unit kerja. Semua rentang kehidupan kita bisa dilihat di website-nya. Sampai jadwal kegiatan pimpinan, para dekan pun bisa dilihat jadwalnya di masing-masing unit,” ujarnya.

Syawaludin dalam pemaparannya menjelaskan, sengketa informasi publik muncul ketika pemohon tidak memperoleh haknya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP).

Ia menegaskan, badan publik berkewajiban menyediakan informasi yang benar, mudah diakses, dan tidak menyesatkan sesuai ketentuan undang-undang.

Menurutnya, badan publik hanya dapat menolak permintaan informasi jika informasi tersebut termasuk kategori yang dikecualikan dalam Pasal 17 UU KIP.

Ia menekankan, pengecualian harus melalui uji konsekuensi yang mempertimbangkan risiko terhadap kepentingan publik.

“Sengketa informasi terjadi ketika permohonan tidak ditanggapi, ditolak tanpa dasar, atau disampaikan tidak sebagaimana mestinya. Itu sebabnya pemahaman prosedur sangat penting,” ucapnya.

Ia juga menambahkan, pengecualian informasi tidak bersifat permanen. Menurutnya, uji konsekuensi menjadi dasar untuk menentukan apakah informasi sebaiknya dibuka atau ditutup, dengan mempertimbangkan aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, hingga keamanan negara.

Sosialisasi ini diharapkan dapat meningkatkan pemahaman sivitas akademika mengenai keterbukaan informasi publik serta mendorong penerapannya dalam pelayanan sehari-hari, sehingga pengelolaan informasi di lingkungan kampus semakin transparan, akuntabel, dan berpihak pada kepentingan publik. [Magang_Puspita]

Tinggalkan Balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here

74 + = 76