(Unila): Universitas Lampung (Unila) bersama Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan Pemerintah Provinsi Lampung menyelenggarakan pertemuan strategis terkait percepatan hilirisasi komoditas pertanian, khususnya kopi. Kegiatan berlangsung secara hybrid di ruang kerja Wakil Rektor Bidang Perencanaan, Kerja Sama, dan Sistem Informasi, Prof. Dr. Ayi Ahadiat, S.E., M.B.A., pada Sabtu, 26 Juli 2025.

Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari arahan Presiden RI untuk memperkuat ketahanan pangan nasional melalui modernisasi dan hilirisasi sektor pertanian serta pengurangan ketergantungan terhadap impor pada 12 komoditas utama, termasuk kopi, kakao, dan lada.

Selain Prof. Ayi Ahadiat, hadir dalam pertemuan tersebut sejumlah praktisi pertanian dari Dinas Perkebunan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Lampung, Kepala Biro Perencanaan, Dekan Fakultas Pertanian Dr. Kuswanta, Ketua Puslit Prof. Yusnita, dan tim kerja sama. Acara ini juga dihadiri secara daring, Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian RI, Abdul Roni Angkat.

Prof. Ayi dalam sambutannya menyampaikan kesiapan Unila untuk mengambil peran aktif dalam mendukung program nasional hilirisasi dengan fokus pada komoditas unggulan daerah.

“Unila siap terlibat mulai dari pendampingan teknologi, penelitian, sampai distribusi benih dan edukasi petani. Fokus kami untuk awal adalah revitalisasi kopi di Provinsi Lampung,” ujarnya.

Dirjen Perkebunan Kementerian Pertanian, Abdul Roni Angkat, pada kesempatan tersebut menegaskan, pemerintah pusat saat ini tengah mengawal proyek besar hilirisasi sektor perkebunan yang dimulai dengan program swasembada gula konsumsi nasional.

“Saya sangat menghargai semangat teman-teman dari Unila, kita harus mencapai produksi gula konsumsi sebesar 3,5 juta ton. Saat ini kita baru di angka 2,9 juta ton gula kristal putih. Maka kami menargetkan penambahan 100 ribu hektar lahan tebu, terutama di Jawa Timur, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Lampung,” ujarnya.

Menurutnya, pengembangan tebu akan dilakukan bersama PT. Sugar Sinergi Gula Nusantara (SGN), anak perusahaan dari holding PTPN Group. Sementara itu, hilirisasi juga dilakukan untuk komoditas strategis lainnya, termasuk kelapa, mete, kakao, kopi, pala, dan lada, yang ditargetkan mulai terlaksana tahun ini.

“Kami sekarang sedang kerja maraton bersama Bappenas dan semua stakeholder termasuk PTPN. Jadi, untuk Unila dan Lampung, kami membuka peluang besar untuk terlibat di dalam program ini khususnya di kopi, sesuai kompetensi dan potensi wilayah,” ujar Abdul Roni.

Ia juga menyampaikan, seluruh program pengadaan benih akan dilakukan melalui kemitraan bersama PT. Riset Perkebunan Nusantara (RPN), sebagai mitra utama penyedia benih unggul nasional. RPN nantinya akan bermitra dengan penangkar-penangkar lokal di setiap daerah.

“Kami ingin memastikan pengadaan benih, baik kopi, kakao, maupun lada, dilakukan melalui jalur yang terstandar, berkualitas, dan sesuai kebutuhan wilayah. RPN akan menjadi jembatan utama dalam sistem kemitraan ini,” jelasnya.

Unila Fokus Kopi sebagai Komoditas Unggulan

Unila sendiri menyatakan posisi strategisnya berada pada komoditas kopi. Dalam diskusi tersebut, Supriyono, pelaku dan penggiat kopi dari Lampung Barat, menjelaskan persoalan terbesar petani saat ini adalah rendahnya produktivitas akibat usia tanaman yang tua, kurangnya pemupukan, minimnya pendampingan teknis, serta terbatasnya akses terhadap permodalan.

“Kami sudah mengembangkan dua pendekatan, yaitu optimalisasi tanaman yang sudah ada dan replanting dengan sistem pagar. Dengan metode ini, potensi produktivitas bisa mencapai 3–4 ton per hektare untuk kopi robusta maupun arabika,” jelas Supriyono.

Ia juga menambahkan, biaya replanting per hektare bisa mencapai Rp80 juta, sementara untuk optimasi sekitar Rp25–30 juta, sehingga dibutuhkan intervensi nyata dari pemerintah untuk mendukung keberlanjutan dan daya saing petani kopi.

Pihak Dinas Perkebunan Provinsi Lampung menambahkan sumber benih kopi bersertifikat sudah tersedia, antara lain dari kebun Hanakau dan Cahaya Negeri, termasuk klon-klon unggul seperti Korola 1, 2, 3, dan 4. Namun diperlukan regulasi dan mekanisme distribusi yang efisien, terutama dalam pengadaan melalui e-katalog pemerintah.

Pertemuan ini ditutup dengan komitmen untuk menyusun rencana kerja konkret terkait program revitalisasi kopi di Lampung. Langkah awal akan difokuskan pada pemetaan wilayah replanting, kebutuhan benih, penguatan kelembagaan petani, serta integrasi program riset dan pengabdian masyarakat dari Unila.

“Langkah kita ke depan adalah menyamakan frekuensi dan menyusun skema teknis. Unila siap berkolaborasi lintas sektor, dan kita mulai dari kopi, lalu ke kakao, lada, dan lainnya,” ujar Prof. Ayi. [Riky Fernando]

Tinggalkan Balasan

Please enter your comment!
Please enter your name here

46 + = 50