(Unila): Maraknya aksi pembolosan jelang Ujian Nasional (UN) oleh para pelajar tingkat SMP dan SMA, ditambah lagi terkuaknya foto selfie topless oleh salah satu siswi SMA swasta di Bandarlampung disayangkan banyak pihak, tak terkecuali salah satu akademisi Universitas Lampung (Unila) Pairulsyah.
Ia menjelaskan, hal tersebut merupakan bentuk kesewenangan yang kini dianggap wajar di kalangan remaja yang menjadi pelaku sekaligus korban dari kedua kejadian tersebut. Banyak faktor remaja mudah melakukan hal itu. Mulai dari faktor internal seperti keinginan agar lebih diperhatikan khalayak sehingga menjadi kebanggaan diri.
“Ada juga faktor eksternal akibat salah pola dan penerapan dalam tata cara pergaulan di tengah masyarakat luas, terutama dari lingkungan teman sebayanya. Ini berdampak pada sikap dan perilaku orang-orang yang terlibat,’ imbuhnya, beberapa waktu lalu.
Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Unila ini mengungkapkan, peran keluarga dan sekolah kurang optimal dalam membimbing pribadi siswa menghadapi masa transisinya.“Usia para pelajar ini sedang masuk musim pancaroba atau peralihan dari belia ke remaja. Sebagian mengekspresikan kelabilan mereka dalam bentuk kepercayaan diri yang timbul dari pengaruh lingkungan melalui interaksi sosial,” katanya.
Dalam situasi itu, sambungnya, akan didapat kewajaran dalam melanggar nilai-nilai dan norma yang ada di tengah masyarakat. Akibatnya remaja akan berperilaku antipati terhadap norma sosial yang efeknya tak hanya merusak diri tapi lingkungan sekitar. Maka dari itu peran orang tua dan pembimbing di sekolah sangat penting dalam menanamkan nilai-nilaidan kontrol sikap pada anak.
“Hal-hal negatif di kalangan pelajar bisa terjadi akibat pergesaran norma, nilai adat, agama, hingga kepercayaan dalam lingkup kecil. Ini dapat terlihat saat mereka mengabaikan hal-hal tabu dan berani berbuat negatif. Biasanya itu bersumber dari keinginan “gaul” dan dianggap eksis,” paparnya.
Pria yang akrab disapa Bung Pai ini menambahkan, peran orang terdekat lebih dominan dalam menentukan kepribadian remaja. Kendati demikian dalam pergaulan, fungsi orang terdekat itu hanya menanamkan keegoisan dan pola tidak mendidik. Oleh karena itu peran orangtua dan sekolah dalam mendidik harus diperketat sesuai kebutuhan namun dengan tidak mengucilkan eksistensi siswa di lingkungannya.
Selain pola humanism, pria yang juga dosen sosiologi FISIP Unila ini meminta pihak sekolah rutin mengadakan razia internal dan eksternal sekolah.[]