Tulisan ini merupakan rangkaian opini tentang Aditnya Prasetya atau Adit, alumni Universitas Lampung yang berpulang ke haribaan Sang Pencipta, saat sedang bertugas sebagai Pengajar Muda pada program Indonesia Mengajar, di SD Kristen Wunlah, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Selasa (5/11/2013).

Sumber tulisan ini adalah komentar kerabat dan beberapa sejawat yang pernah berinteraksi sangat intens dengannya. Harapannya, ini menjadi semacam obituarium dan memoar sederhana tentang Adit. Lebih-lebih, semoga dapat memberi hikmah dan motivasi bagi pembaca.

Sedikit mengulas, Adit merupakan  Alumni Pendidikan Fisika FKIP Unila. Selama kuliah, ia juga aktif berorganisasi, baik di internal maupun eksternal kampus. Salah satu jabatan penting yang pernah dipegangnya di kampus adalah Menteri Hukum dan Advokasi Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas. Di luar kampus, Adit bergabung pada organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) daerah Lampung.

Penuturan tentang si sulung dari tiga bersaudara ini dimulai dari Chandra Ulfa Maulia, adik kandung Adit.  Lelaki hitam manis yang selalu mengucap “insya Allah” di akhir janji-janjinya itu dipanggil Adin di keluarganya. Ia dikenal bersikap otoriter namun bersifat lembut dan sayang keluarga.

“Dia jga selalu bisa deket sama anak kecil. Itu menandakan kalau beliau punya hati yang lembut . Beliau juga selalu semangatin adik-adiknya, selalu ingin keluarganya sukses. Adin selalu jadi panutan kami, adik-adiknya,” komentar Chandra.

Yesi Merinda, Alumni Bimbingan Konseling FKIP Unila, yang mengaku kaget dengan kepergian Adit, menuturkan bahwa Adit memiliki gaya bicara yang khas, “Selalu menggebu-gebu, makanya dia sering jadi bahan untuk bercanda karena orangnya terlalu baik dan selama interaksi kok belum pernah liat adit marah.”

Gaya bicara Adit yang menggebu turut diamini oleh Cory Pravita Widaksi. Mahasiswa Fakultas Pertanian Unila ini pernah berinteraksi selama dua tahun di organisasi kampus.  “Selama 2 tahun organisasi bareng sama Adit, seperti yang Mbak Yesi bilang, menggebu-gebu. Cara bicaranya yang lumayan cepat sering juga dibuat bahan ledekan, karena terkadang kita nggak ngerti apa maksudnya Adit,” aku Cory.

Cory menilai Adit seperti buku undang-undang berjalan. Hapal. Ketika ia tidak menguasai materi yang didiskusikan, Adit memilih diam dan menyimak. Waktu senggangnya diisi dengan membaca buku. Khusyuk.

Andhika Prayoga, mahasiswa Fakultas Hukum Unila, memberikan informasi bahwa Adit hapal Alquran 15 juz. Hal ini cukup mencengangkan sebagian temannya karena tidak banyak yang memiliki hapalan yang sama dan tidak banyak pula yang mengetahui kelebihan hapalannya.

Adit, di mata Atika Mutiara Oktakevina, dikenal sebagai seorang yang sangat mementingkan silaturahim. Saat seorganisasi, Atika pernah mendapati keinginan Adit untuk mengunjungi seluruh anggota organisasinya di Bandar Lampung ketika lebaran tiba.

“Yang jelas Adit itu sabar dan ikhlas, cepat ngeluarin ide, terbuka, ndak menutup-nutupi, ramah, supel, suka diskusi,” kenang Nashar, Alumni Pendidikan Sejarah  FKIP Unila, menutup rangkaian opini tentang Adit.[] Hisna C