
(Unila) : Jumat (28/6), Prof. Dr. Wolfgang-Martin Boerner yang merupakan direktur Communications, Sensing & Navigation Lab. dari University of Illinois
Ia datang ke Indonesia khususnya ke Lampung karena di Lampung terdapat Gunung Krakatau yang diperkirakan 20–30 tahun ke depan akan meledak kembali. Ledakannya diprediksi memiliki efek yang jauh lebih dahsyat dibandingkan pada tahun 1883. Demikian menurut moderator seminar, M. Komarudin, M.T., Senin (1/7) di ruang kerjanya.
“Untuk itu diperlukan mitigasi dan studi mengenai Gunung Krakatau ini. Beliau mengumpulkan para ahli dunia yang terkait pada bidang ini, tetapi yang paling berhubungan dan bertanggung jawab tentu saja Indonesia yang memang lokasinya, wabil khusus Lampung,” lanjutnya.
Walau Indonesia telah memiliki satelit, lanjut Komarudin, namun satelit optik itu tidak cukup untuk melihat keadaan bumi Indonesia karena saat berawan, kabut maupun hujan satelit optic tidak mampu menembus keadaan tersebut. Sementara itu, wilayah Indonesia adalah daerah tropis yang berawan, maka diperlukan suatu satelit yang memiliki kemampuan mengatasi keadaan tersebut.
“Perguruan tinggi yang paling dekat adalah Unila, maka Unila diharapkan dapat memainkan peran yang berkaitan dengan hal tersebut,” terang peneliti bidang Robotik Unila ini.
Pengenalan Teknologi SAR
Boerner sendiri menginginkan ada teknologi satelit yang dapat mengelilingi bumi sampai dengan 20–40 kali dalam waktu satu hari yang berada di posisi khatulistiwa yang bisa bergeser ke atas dan ke bawah. Teknologi ini diharapankan bisa berputar 40 kali satu hari. “Maka banyak informasi yang akan diperoleh terkait Indonesia ini, baik untuk keperluan mitigasi bencana alam seperti kebakaran hutan, punahnya hewan langka di Kalimantan, juga diharapkan teknik ini mampu menangkap sumber daya alam yang ada di Indonesia,” lanjut Kepala UPT Pusat Komputer Unila ini.
Seiring perkembangan iptek muncul teknologi Synthetic Aperture Radar (SAR) dengan pencitraan polarimetry yang telah diaplikasikan di Amerika dan Jepang. “Dengan teknologi ini maka dimungkinkan untuk melihat informasi itu dan juga pergerakan lempeng,”ujar Dosen Teknik Elektro Unila ini.
Inisiasi Kerja Sama

Komarudin mengatakan, salah satu pusat radar yang ada di Indonesia akan ditempatkan di Lampung. Dengan demikian, diperlukan pakar-pakar yang berasal dari fakultas-fakultas di Unila, baik dari sisi penguasaan teknologi aerospace maupun dari segi pemanfaatannya untuk ilmu bumi dan penginderaan jauh. Unila diharapkan mampu memainkan peran yang signifikan dalam bidang pesawat tanpa awak yang membawa sensor SAR dan optik untuk mengamati daerah target secara lebih rinci dan real-time.
“Baru diinisiasi kerja samanya. Nanti akan ditindaklanjuti dengan MoU di tingkat universitas dan kemudian corporation agreement. Kita ingin bukan sekadar MoU saja, tapi kita ingin sesuatu yang real, maka kita mulai dengan pendekatan bottom-up sebelum MoU itu ditandatangani,” ujar Komarudin.
Seminar ini diikuti oleh mahasiswa Fakultas Teknik Unila, dilanjutkan dengan diskusi dengan para peneliti yang ada di FT Unila. Hari berikutnya (29/6), narasumber berkesempatan mengunjungi wilayah Gunung Krakatau untuk melihat lebih dekat keadaannya saat ini.[]