(Unila) : Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dr. Perry Warjiyo hadir di Universitas Lampung (Unila), Senin (29/4). Kehadirannya dalam rangka memberikan kuliah umum bertajuk “Bauran Kebijakan Moneter dan Makroprudensial” kepada civitas akademika Unila.
Deputi Gubernur BI yang diangkat pada 15 April 2013 ini disambut oleh Rektor Unila Prof. Dr Sugeng P. Harianto beserta jajarannya di Ruang Sidang Lantai II Rektorat Unila. Dalam sambutannya, Rektor menyatakan kebanggaannya atas kesediaan Perry datang ke Unila dan memberikan kuliah umum.
Di hadapan para dosen dan mahasiswa Unila dari berbagai fakultas, Perry menjelaskan tentang pendekatan baru kebijakan moneter. Menurutnya, kebijakan moneter untuk stabilisasi harga (inflation targeting framework) yang hanya bertumpu pada kebijakan suku bunga tidak selalu efektif dan efisien. Di samping dampaknya terhadap output yang lebih restriktif, ketidaksempurnaan pasar keuangan menyebabkan transmisi suku bunga tidak selalu efektif berpengaruh pada perekonomian.
Oleh karena itu, lanjut Perry, perlu pendekatan baru dengan penerapan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial dengan mengoptimalkan lima instrument kebijakan, yakni suku bunga, nilai tukar, pengendalian arus modal asing, kebijakan makroprudensial terhadap sektor keuangan, dan komunikasi kebijakan.
Penerapan pendekatan baru ini di Indonesia selama tiga episode sejak tahun 2010 sampai dengan sekarang, terang Perry, terbukti lebih efektif dan efisien. Kinerja moneter yang baik mampu mendukung ketahanan perekonomian nasional dari dampak krisis global.
Perry menerangkan, sejumlah agenda penguatan masih diperlukan ke depan, baik untuk pengembangan teori dan empiris dalam dunia akademis maupun penerapannya dalam perumusan kebijakan di Bank Indonesia dan pada waktunya koordinasi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Ada faktor nonmoneter yang berpengaruh terhadap inflasi, seperti gangguan produksi/distribusi harga pangan dan kebijakan pemerintah di bidang harga strategis. Pencapaian target inflasi yang ambisius berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi dan lapangan kerja.
Ditambah lagi, sektor keuangan tidak selalu bekerja efisien karena berbagai sebab seperti perilaku resiko dan moral hazard, pengaruh modal asing jangka pendek dan spekulatif, perilaku prosiklisitas kredit perbangkan dan sebagainya.
Kebijakan suku bunga tidak bisa dipergunakan sebagai instrumen yang bersifat alokatif dan distributif terhadap sektor atau segmen ekonomi tertentu yang diperlukan untuk penciptaan lapangan kerja. Tidak akan efektif dan biayanya mahal apabila berbagai permasalahan ekonomi hanya diatasi dengan kebijakan suku bunga.[]










