(Unila) : Banyaknya pengangguran bertitel sarjana harus menjadi perhatian penting berubahnya kurikulum di jenjang perguruan tinggi. Apa pun basis ilmunya, kurikulum perguruan tinggi harus memiliki muatan entrepreneurship (kewirausahaan).

Demikian dinyatakan Wakil Ketua Umum Kamar Dagang Industri (Kadin) Lampung Bidang Perdagangan Dalam Negeri Erika Agustina dalam Seminar Kewirausahaan yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Lampung (Unila), Kamis (14/3).

“Paradigma mahasiswa harus diubah. Apapun jurusan dan program studinya, termasuk di Fakultas Hukum, harus ditanamkan jiwa kewirausahaan. Berharap menjadi pegawai negeri sipil ataupun bekerja di sektor swasta jangan jadi satu-satunya tujuan setelah lulus nanti. Mereka juga harus berani berwirausaha. Hal ini perlu diakomodasi lewat kurikulum,” ujar Erika.

Kepada 100-an mahasiswa yang hadir dalam pertemuan tersebut, Erika mengatakan, untuk menjadi seorang wirausaha muda bukan berarti harus memiliki modal kapital. Yang penting, katanya, justru keterampilan mengolah ide dan kreativitas yang menjadi modal awal. “Selain ide kalian juga butuh keberanian dan kenekatan untuk memulai bisnis sendiri,” paparnya.

Ia juga menambahkan, sektor pendidikan memiliki peran strategis dalam menyukseskan target nasional sebagaimana Indonesia menargetkan pada 2015 mendatang, paling tidak akan ada penambahan pengusaha muda baru di tanah air yang biasanya berasal dari usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).

“Perubahan mindset ini tidak hanya dari bangku kuliah. Jika perlu, sejak pendidikan usia dini sudah ditanamkan,” katanya lagi.

Berdasarkan survei pada 2008, lanjut Erika, jumlah pengusaha di Indonesia masih berkisar 0,6 persen dari total jumlah penduduk. Sementara di Malaysia jumlahnya sudah mencapai angka 4 persen. Untuk Thailand lebih tinggi lagi hingga 7 persen. Hal ini lantaran dukungan dari sektor pendidikan dan kebijakan pemerintah yang pro kepada sektor UMKM.

“Untuk kita, kebijakannya belum bisa dibilang cukup akomodatif. Bayangkan saja, untuk mendapatkan kredit usaha kecil dan menengah sekitar Rp15 juta dengan syarat minimal yang dapat diajukan adalah memiliki agunan tanah. Bagaimana mungkin pengusaha muda sekelas mahasiswa memiliki sertifikat tanah untuk digadaikan. Nah, kebijakan yang seperti ini yang harusnya dikoreksi dan dicari solusinya,” urainya.

Dalam kurikulum kewirausahaan, ia menyarankan, untuk lebih banyak praktik dan berbagi pengalaman ketimbang sekadar pemaparan teori. “Mahasiswa tidak butuh teori banyak-banyak, tetapi butuh success story dari yang sudah berpengalaman. Ini yang paling penting,” pungkasnya.

Selain itu, mahasiswa butuh figur yang dapat dijadikan contoh dan panutan dalam berwirausaha. Sosok-sosok sukses ini harus dikenalkan dalam lingkungan kampus agar muncul motivasi bagi mahasiswa untuk berwirausaha.

“Kadin sendiri tengah menyiapkan program individual social responsibility dari para anggotanya. Diharapkan, program ini mampu memunculkan kakak-kakak asuh bagi para pengusaha muda,” tandas Erika.[] Mutiara