UNIVERSITAS harus berkontribusi dalam pengembangan dan penelitian komoditas-komoditas unggulan di Provinsi Lampung, khususnya singkong dan sawit. Universitas punya peran besar, salah satunya dengan memanfaatkan pengembangan penelitian biomasa.

Demikian disampaikan Irjen Pol. (Purn) Drs. Taufiqurrahman Ruki, S.H., saat menjadi salah satu pembicara saat penandatanganan nota kesepahaman (Memorandum of Understanding-MoU) antara Universitas Lampung dan PT Sungai Budi Group, di ruang sidang utama Rektorat Unila, Kamis (9/2/2017).

MoU dihadiri para wakil rektor, ketua lembaga penelitian, direktur pascasarjana, kepala UPT Unila dan jajaran dari PT Sungai Budi Group di antaranya Expert Law and Partnership Irjen Pol. (Purn) Drs. Taufiqurrahman Ruki, S.H., Expert Sosial-Ekonomi Pertanian Dr. Bayu Krisnamurthi, dan Chairman Sungai Budi Group Widarto.

Dalam kesempatan itu mantan ketua KPK yang sejak kecil mengaku memiliki ketertarikan pada bidang pertanian ini memaparkan beberapa pembahasan terkait legal standing kolaborasi agroindustri antara sektor swasta, masyarakat, dan universitas untuk kesejahteraan bangsa.

Menurutnya, kolaborasi dalam agroindustri sangat penting sebagai penghubung terjadinya kerja sama antara investor, universitas, dan masyarakat, khususnya petani. Jika menilik soal limbah singkong dan sawit maka diperlukan sisi akademik universitas dalam meneliti dan mengembangkan bibit singkong yang lebih bagus. Termasuk bagaimana membuat enzim untuk memercepat pembusukan batang singkong agar bisa diaplikasikan ke dalam tanah.

Mantan politikus ini pun menjabarkan, limbah tanaman seperti tandan sawit yang menumpuk di sejumlah pabrik sebenarnya bisa diolah menjadi penghasil tenaga listrik dari gas metan. Memang di sisi lain membutuhkan investasi besar, namun pada akhirnya hasil penelitian dari energi terbarukan tersebut dapat menjadi alternatif dalam meminimalkan ketergantungan masyarakat pada perusahaan listrik negara.

Oleh karena itu, sambung Ruki, efisiensi dalam agroindustri wajib dilakukan namun bukan berarti perlu menekan harga di kalangan petani. “Kalau agroindustri menekan rakyat, artinya industri itu menggali liang kuburnya sendiri. Kita harus down to earth,” pungkasnya.[inay/humas]