Membuat Batik Lampung
Mahasiswa asing Unila belajar membatik Lampung di sanggar Siger Rumah Batik, Kemiling, Bandar Lampung, Kamis (06/11).

(Unila): Delapan mahasiswa asing darmasiswa di Universitas Lampung (Unila) 2014 belajar membuat batik khas Lampung. Salah satu kuliah outing class ini bekerjasama dengan Siger Roemah Batik di Kemiling, Bandarlampung.

Staf UPT Pengembangan Kerja-sama dan Layanan Internasional (UPT PKLI) Unila Dedi Iswanto yang mendampingi mereka melaksanakan outing class ini mengatakan, selama mengampu perkuliahan di Unila awal September lalu kedelapan mahasiswa asing mulai menekuni pembuatan batik khas Lampung, satu hari setiap minggunya.

Kedelapan mahasiswa yang baru dua bulan di Lampung itu adalah Akane Sunakawa asal Jepang, Alicja Klitenik (Polandia), Sawinee Kunket (Thailand), Popa Cristian (Rumania), Sor Chanthoun (Kamboja), Vladimir Mato (Slovakia), Sherali Jurayev (Uzbekistan), serta Abed Abdullah Mohammad Saleh Rageh (Yaman).

“Kunjungan ini merupakan salah satu program outing class untuk menunjang interning class, yakni belajar Bahasa Indonesia, aksara, hingga seni budaya Lampung. Program belajar membatik ini baru pertama kali diterapkan di angkatan ketiga ini,” ujarnya saat ditemui di lokasi, Kamis (6/11).

Ia menjelaskan, darmasiswa merupakan program beasiswa parsial dari pemerintah Indonesia untuk mahasiswa asing dari berbagai negara yang tertarik mempelajari bahasa dan seni budaya Indonesia. Di antaranya musik, kuliner, dan kerajinan tangan khas Indonesia. Para peserta bisa memilih satu di antara subjek-subjek tersebut di berbagai perguruan tinggi negeri maupun swasta yang ikut berpartisipasi dalam darmasiswa.

Lampung (Unila) termasuk yang dapat melaksanakan  pembelajaran Bahasa Indonesia dan seni budaya Lampung sekaligus. Dan salah satunya outing class di sanggar batik Lampung milik Ibu Laila Al Khusna ini. Di sini para mahasiswa asing berkesempatan mendapatkan belajar di kelas latihan, sarana membatik lengkap, hingga instruktur berpengalaman. Dengan membuat kerajinan tangan, mereka mampu memahami seni budaya lokal Lampung.

Dalam membatik, tutur Dedi, setiap mahasiswa asing harus membuat dua batik pada kain ukuran 60 kali 160 cm. Untuk batik pertama, proses langsung dilakukan di atas motif Lampung yang sudah disediakan oleh para instruktur. Kemudian mereka melakukan praktek membatik menggunakan canting untuk menorehkan lilin cair panas yang disebut ‘malam’. Selanjutnya ialah mewarnai, mengunci warna (water glass),  dan kemudian melepaskan lilin yakni dengan cara mencelup-celupkan batik ke dalam air mendidih selama beberapa menit.

“Untuk batik pertama mereka dipandu instruktur, sedangkan untuk batik yang kedua, mereka melakukan sendiri langsung dari awal. Yakni dari mulai dari menggambar pola, membatik dengan canting, hingga menjadi kain batik seperti yang diproduksi para pengrajin di sanggar ini” katanya.

Ketika ditanya, para mahasiswa asing sangat senang mendapatkan pengalaman baru dengan membatik. Namun rata-rata mereka mengaku pertama kali mengalami kesulitan dalam melakukan tahapan membatik. Seperti halnya Popa Cristian asal Rumania. Ia mengatakan butuh keahlian khusus dan kesabaran untuk dapat menghasilkan batik yang baik. “Kalau kita sabar kita akan menghasilkan batik yang bagus, apalagi dipandu instruktur yang profesional. Mereka sangat banyak membantu kami,” ungkapnya dalam bahasa Indonesia yang masih bercampur bahasa Inggris.

Lain halnya dengan Vladimir Mato asal Slovakia, baginya ini merupakan pengalaman pertama dan tidak mudah dilakukan. Bahkan mahasiswa yang juga berprofesi sebagai jurnalis dan penyiar radio ini mengaku banyak melakukan kesalahan saat membatik.

“Meski di Slovakia saya pernah tau mengenai  kain tradisional tapi yang saya lakukan ini sangat berbeda. Begitu profesional dan fokus. Sementara saya sangat banyak melakukan kesalahan, terutama saat membatik, ada yang tebal, ada yang tipis,” ungkapnya sembari tertawa.[] Inay [foto:dedi.isw]